Khadijah Ku #9

Aku tak pernah menyerah sama sekali. Tidak. Aku hanya memasrahkan semua keputusan itu pada Allah. Meski aku berani saja mengatakan perasaanku pada Fatah. Tetapi bukankah sudah aku lakukan ketika waktu itu meminta tolong Ummi untuk menyampaikannya pada ustadz Herman. Meski awalnya aku kecewa, ketika beliau meminta ku untuk mencari saja yang lain. Namun, aku bisa apa. Semua tak bisa selamanya berjalan sesuai yang aku inginkan. Ditengah kesibukkan ku yang mulai kembali padat aku mulai melupakan semua kejadian itu. Begitupun tentang Fatah. Bukan melupakannya begitu saja tetapi aku memilih untuk diam. Aku pun lebih menahan diri untuk tak terlalu banyak berinteraksi dengannya kecuali memang benar-benar sangat perlu. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya sekarang saat kami berpapasan di Masjid.

“Ka Lisa…. Ada titipan surat nih buat kaka.” Kata Ana, junior binaanku yang tetiba muncul didaun pintu ruang kemuslimahan. Aku yang sedang duduk membaca buku langsung berdiri dan menghampirinya.

“Surat? Surat apa?” Kataku sambil menerima surat dari Ana.

“Ngga tahu ka. Tadi ada ikhwan yang titip. Tapi ngga tahu siapa.” Kata Ana, lagi.

“Hmm… Yaudah. Makasih yah, Na.”

“Iya ka. Aku pergi dulu yah ka, ada kelas soalnya.”

“Iya. Hati-hati.”


Saat itu juga kami berpisah. Aku membolak balik amplop putih polos itu. Tidak tertera nama atau keterangan lainnya. Aku penasaran dengan isi amplop itu. Tetapi sesaat ketika aku hendak membaca isinya, handphone ku berdering. Aku mendapat panggilan dari pihak Fakultas tentang permohonan penelitianku beberapa waktu lalu yang aku ajukan. Aku bergegas menuju ruang fakultas dan memasukkan amplop yang tadi hendak aku baca kedalam buku.

---Siti Sukaesih---
Hari Kesembilan
Jannatul Kost
23.6.16
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya