Khadijah Ku #10

“Apa antum sudah yakin?” tanya Ustadz Herman padaku

“InsyaAllah ustadz.” Kataku dengan mantap

“Kalau begitu tunggu apa lagi” Kata Ustadz, lagi

Aku pergi ke toko perhiasan ditemani mama dan ummi Novi untuk mencari mahar pernikahan. Jantungku sejak tadi sudah dag dig dug tak karuan. Sudah tak sabar rasanya untuk segera pergi menghadap orangtua Lisa. Dua hari lalu aku sudah mengirimkan surat pada Lisa bahwa hari ini akan datang ke rumahnya untuk silaturahim. Sejak hari itu aku tak pernah melihatnya. Sudah sejak kemarin aku ijin kuliah untuk mempersiapkan semua ini. Aku tidak tahu bagaimana tanggapan Lisa tentang surat yang kukirim waktu itu. Aku menahan diri untuk menghubunginya lebih dulu. Membiarkan semua berjalan apa adanya hingga waktu yang sudah ditentukan.

“Bismmillah-lah nak.” Tetiba Ummi Novi bicara padaku ketika kami telah selesai membeli cincin. Aku sengaja meminta Ummi  menemani karena beliaulah yang menjadi tempat berkeluh kesah Lisa selama ini jadi sekalian untuk memilih mahar yang pas untuk Lisa.

“Iya Um. Mohon doa kan saya.” Kata ku pada beliau

“InsyaAllah.” Balasnya

Kami segera pergi dari toko perhiasan dan mampir sebentar ke toko kue untuk mengambil beberapa pesanan kue yang sudah mama ku pesan. Sudah tidak sabar rasanya sampai di rumah Lisa dan melihat ekspresinya. Setelah itu kami langsung pergi ke rumah Lisa.

***
Ketika aku beserta keluarga ku, ustadz Herman dan Ummi Novi sampai di rumah Lisa kami langsung disambut dengan keramahan kedua orangtuanya. Tetapi, Lisa tidak ada dirumah. Kata mamanya dia belum pulang dari kampus karena harus mengikuti bimbingan untuk pengajuan penelitiannya. Keluarga Lisa menyambut dengan baik niat ku datang kesana dan tak berapa lama Lisa sampai dirumah.

“Assalamu’alaikum…” Ucap Lisa

“Wa’alaiakumsalam…” Ucap kami yang ada di ruang tengah rumah secara bersamaan.

“Sini duduk nak.” Kata mama Lisa sambil mempersilahkan Lisa duduk disampingnya. Dengan wajah yang bingung Lisa mulai bertanya.

“Mah… Ada apa ini?” Kata Lisa dan mamanya hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Lisa itu. Aku tak tega melihat wajahnya yang sangat kebingungan. Maka aku jelaskan semumanya.

“Assalamu’alaikum Lisa…” Kataku pada Lisa

“Wa’alaikumsalam.” Jawab Lisa dengan singkat

“Maaf kalau kedatangan ku dan keluarga mengagetkan. Sebelumnya apa kamu sudah terima surat yang aku kirim dua hari lalu?” Kata ku lagi sebelum menjelaskan.

“Surat?” Katanya semakin bingung. Lalu dia mengambil tas selempangnya dan mengeluarkan sebuah buku.

“Maksud antum surat ini?” Kata Lisa sambil menunjukkan sepucuk kertas berwarna putih polos yang masih rapi. Aku hanya tersenyum dan tetiba Lisa membuka kertas itu dan membacanya. Dengan wajah yang terlihat agak kaget dia langsung menanyakan apa maksudku datang ke rumahnya hari ini. Dan tanpa basa basi, aku langsung menjawabnya.

“Afwan. Maksud kedatangan ku kesini mau meminta Lisa menjadi penyempurna dien ku. Mohon maaf kalau ini terlihat terburu-buru dan tanpa menanyakan terlebih dahulu pada Lisa. Sebenarnya sudah lama saya ingin sampaikan. Hanya saja saya harus mengumpulkan beribu kekuatan dulu untuk lebih meyakinkan hati dan memberanikan diri. Dan hari ini. Didepan kedua keluarga dan ustadz serta ustadzah. Apakah Lisa mau menikah dengan saya?” Jelasku pada Lisa. Lisa hanya terdiam.

“Apa alasan antum memilih ana?” tanyanya

“Ini memang pilihan saya. Tapi hakikatnya ini adalah pilihan Allah. Alhamdulillah saya sudah melakukan sholat istiqoroh untuk meyakinkan pilihan ini. Alhamdulillah Allah menunjukkan jalan-Nya.” Kataku “Lisa tidak perlu jawab saat ini kalau memang belum siap. Silahkan sholat istiqoroh terlebih dahulu. InsyaAllah saya akan menunggu jawabannya.” Kataku lagi.

Lisa hanya terdiam dan menunduk. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Aku tak mampu dan tak mau menerka apapun. Meski aku merasa resah. Aku tetap memasrahkan semua pilihan itu pada-Nya. Tetiba desahan nafasnya begitu nyaring terdengar.


“Bismillah… Ana mau menikah dengan antum.” Kata Lisa sambil menunduk. Terlihat air mata itu mengalir jatuh dari wajahnya dan membasahi jilbab yang dikenakannya. Allahu Akbar, hatiku bergetar mendengar ucapan itu. Rasanya tak mampu aku menahan lagi kebahagian ini. Semuanya mengucap syukur. Ustadz Herman menghampiriku kemudian memelukku erat. Beliau berbisik ditelingaku. Perjuanganmu belum selesai. Ini baru awal menuju start yang sebenarnya yaitu ketika ijab Kabul itu terucap. Kata-kata itu terekam jelas dalam ingatanku. Yah, ini baru awal dari sebuah awal yang sebenarnya.

---Siti Sukaesih---
Hari Kesepuluh
Jannatul Kost
24.6.16
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya