Khadijah Ku #8

“Ustadz. InsyaAllah ana siap melamarnya. Tapi ana baru punya sedikit tabungan. Menurut ustadz bagaimana?” Tanya ku pada Ustadz Herman ketika kami bertemu di serambi Masjid.

“Kalau antum memang sudah yakin. Maka Bismillah saja. Biar Allah yang tunjukkan keajaiban-keajaiaban-Nya padamu, akhi.”

Aku begitu bahagia mendengar jawaban ustadz. Setelah beberapa lama berbincang akhirnya kami saling pamit karena ustadz sudah ada urusan lain setelah sholat maghrib nanti. Aku berjalan menuju parkiran motor. Tetiba handphone ku berbunyi tanda ada pesan WhatsApp masuk.

Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Berasal dari kabilah Bani Asad dari suku quraisy. Merupakan wanita As-sabiqul Al-Awwalun (yang pertama masuk Islam). Beliau menikah dengan Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam pada usia 40 tahun dan Rasulullah berusia 25 tahun. Khadijah merupakan wanita yang cerdas, dan penuh kasih sayang. Beliau memberanikan dirinya untuk meminta lebih dulu pada Rasulullah untuk menikahinya melalui seorang pegawainya yang saat itu menemani Rasulullah berdagang ke syam, Maisharah. Rasulullah menerima permintaan itu dengan mendatangi Khadijah bersama keluarganya untuk melamarnya.

Begitulah bunda Khadijah. Dengan segala keluarbiasaannya. Allah pilih beliau menjadi salah satu wanita ahli Jannah. Tapi entah kenapa sedikit sekali wanita mau seperti beliau. Berani menyatakan niatan baiknya pada seseorang yang dipilihnya. Banyak wanita berpura tegar dengan berusaha menjadi Fatimah.

Entah kenapa banyak lelaki yang tak bisa seberani Rasulullah. Meminang seseorang yang sudah jelas memilihnya.

Semua simple. Hanya perlu yakin. Bismillah. Bahwa Allah akan menunjukan yang terbaik jika kita Lillah.

Bagai petir yang datang menyambar. Tubuhku terasa kaku. Nafasku terasa sesak. Jelas sekali tertera disana nama Lisa. Aku berusaha menerka pesan tersurat darinya itu. Belum lagi aku seperti merasa ditegur olehnya karena tidak beranianku mengutarakan semua perasaanku padanya.
 ***
Didalam kelas seakan semua baik-baik saja. Lisa seperti biasa, tak pernah terlibat banyak interaksi dengan ku atau lelaki  lainnya kecuali memang ada tugas yang harus dikerjakan bersama. Dia hanya fokus pada beberapa buku yang dibacanya atau kadang ikut berbincang dengan teman yang lain. Hatiku masih penuh dengan berbagai pertanyaan terlebih tentang pesan singkatnya kemarin. Ingin rasanya aku membicarakan ini padanya. Namun aku hanya mampu memperhatikannya, tak berani untuk bertanya banyak hal. Tetiba aku teringat Ahmad. Dia pasti bisa menjawab setiap pertanyaan ku ini. Aku bergegas mengambil handphone dalam saku celanaku. Kucari didalam kontakku nama Ahmad. Yah.. ketemu. Ku tulis pesan singkat itu padanya.

From : Fatah
To : Ahmad

Assalamu’alaikum… Afwan akhi ana mengganggu waktu antum. Ada beberapa hal yang ingin ana tanyakan dan sepertinya antum bisa bantu ana untuk menyelesaikannya. Bisakah ana ketemu antum?

Wa’alaikumsalam… Tidak mengganggu sama sekali, akhi. Kebetulan ana sedang di Masjid bersama Ustadz Herman. Antum kesini saja.

Baik. InsyaAllah ana kesana sekarang.


Aku membereskan semua perlengkapan belajar ku dan ku masukkan kedalam ransel. Bergegas pamit pada teman-temanku. Aku berjalan menyusuri lorong kelas. Menuru tangga kampus untuk menuju lobby utama. Dengan rasa tak sabar aku terus menyusuri jalanan dan tanpa sadar Lisa ternyata juga turun dari atas menuju ke Masjid. Aku baru menyadarinya ketika kami tak sengaja berpapasan di Aula masjid. Aku melihat Ahmad sedang duduk bersandar di tiang Masjid dan langsung bergegas menghampirinya tanpa menghiraukan Lisa. 

---Siti Sukaesih---
Hari Kedelapan
Jannatul Kost
22.6.16
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya