Istiqoroh Cintaku

Musim hujan itu telah berlalu…. Kini jalanan dipenuhi oleh debu beterbangan sisa pacuan kuda besi atau kereta baja (Red : motor dan mobil). Sudah tiga tahun lebih aku tinggal di kota metropolitan ini. Waktu berjalan begitu cepat tanpa aku sadari. Dan kenangan masa lalu itupun sedikit demi sedikit mulai pudar. Ah… syukurlah. Kini aku tak harus menanggung beban penyesalan itu terlalu dalam.

Aku duduk diteras lantai dua kontrakan ku sambil menikmati udara indah malam ini. Tetiba saja memori ku berlari pada kejadian beberapa tahun silam.

Nama lelaki Dimas. Dia adalah seniorku sewaktu di SMA dulu. Aku mengenalnya ketika kami masuk dalam satu organisasi yang sama, paduan suara. Dia sudah seperti kakak bagiku dan begitupun sebaliknya, dia menganggapku sebagai adiknya. Entah dimulai dari mana semuanya, tetiba aku jatuh hati padanya. Entah karena dia yang terlalu ramah hingga akhirnya meluluhkan hatiku atau hal lainnya yang aku tidak tau pasti apa itu.

Angin malam itu membuat bulu kudukku berdiri. Dingin sekali.

Lanjut… sampai akhirnya aku menginjakkan kaki di bangku kuliah perasaan itu tetiba menjadi amat besar. Sering kali aku dibuatnya resah. Aku mendengar kabar bahwa dua bulan lagi dia akan menikah dengan teman satu kuliahnya. Hatiku semakin campur aduk tak karuan. Ada rasa aneh didalam sana. Tapi aku mencoba untuk menenangkan diriku. Ini akan berlalu…. Semakin hari aku semakin tak sanggup menahannya lagi. Ditengah heningnya malam aku selalu menyebut namanya dihadapan Tuhan. Memohon pada-Nya mengenai takdir terbaik-Nya untukku.

Ya Rabb…. Aku tahu Engkau yang paling baik rencanga-Nya. Aku tahu Engkau yang paling tahu mana yang terbaik bagi hamba-Mu. Engkau yang titipkan perasaan ini padaku. Aku memohon pada-Mu bantu aku untuk mengikhlaskan semua takdir yang Kau putuskan. Tunjuki aku jalan terbaik itu. Jika memang dia yang Kau pilihkan untuk menjadi pendamping hidupku. Maka bantu aku. yakinkan aku. bila perlu bantu aku agar yakin untuk mengatakan dan meminta padanya. Seperti bunda Khadijah. Aku mau Ya Allah… aku tidak malu. Namun, jika memang bukan dia. Aku tahu pasti ada dia yang lain yang  kau siapkan untukku bahkan lebih baik darinya. Yakinkan aku ya Rabb… aamiin.

Doa itu terus ku ulangi sampai beberapa hari. Hingga tiba pada suatu berita yang tetiba aku dengar dari kawan-kawan ku bahwa pernikahannya batal. Entah apa alasannya. Hatiku sedikit terusik. Apa ini karena doa ku? Ya rabb… maafkan aku. Rintihku dalam hati.

Aku tahu, dia sudah merencanakan semuanya dengan sempurna. Pernikahan impiannya.. Disudut hati ku berkata maaf tetapi disudut yang lain aku merasa lega. Ah.. bodohnya. Apa-apaan aku ini. bisik jiwaku.

Kejadian itu membuatnya lebih tertutup. Dia tak lagi banyak muncul di media sosial. Tak lagi menghubungi ku. Biasanya kami selalu cerita satu sama lain masalah kegiatan dikampus masing-masing. Tetapi sekarang semuanya terasa sepi. Aku tahu ini pasti berat baginya. Pernikahan impian itu. Pernikahan yang sudah lama dia rindukan.

Enam bulan kemudian. Saat semuanya kembali membaik. Dia sudah kembali seperti dia yang dulu. Tetiba aku beranikan diri untuk bertanya padanya. Entah pasal apa yang membuatku begitu berani.

To : Dimas
From : Naila

N : Assalamu’alaikum ka…. Apa kabar?
D : Wa’alaikumsalam Nay.. Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana kabarnya?
N : Alhamdulillah, baik ka.
D : Tumben chat. Ada apa?
N : Ehm… engga kak.
N : Sebenernya sih mau tanya. Kaka udah ada calon belum?
D : haha… kenapa? Tumben nanyain itu. Kamu mau daftar yah?
N : ngga kok. Bukan itu.
D : Alhamdulillah. Sekarang kakak lagi proses ta’aruf dengan seorang akhwat. InsyaAllah dua bulan lagi kami akan akad. Mohon doanya yah. Eh iya, tapi jangan dulu di kasih tau siapa-siapa.
N : iya ka, InsyaAllah.

Deg…. Hati ku seperti tertikam sesuatu yang amat keras dan menyakitkan. Rasanya seperti ada yang runtuh tetiba. Aku mengakhiri chatting itu. Meletakkan handphone diatas meja belajar ku dan kemudian ku jatuhkan diriku diatas kasur. Nafasku terasa sesak. Sepertinya oksigen disekelilingku berkurang sedikit demi sedikit. Tetiba ada rasa hangat di pipi ku. Ah… ini air mata. Kataku dalam hati. Ku Tarik nafas sedalamnya.

“Nay… kamu dari tadi dipanggilin diem aja. Jadi nitip makan ngga?” kata Rara teman satu kost ku yang tetiba masuk dan mengagetkanku.

“Ya ampun Ra. Bikin kaget aja. Ketuk dulu ke.” Kataku sambi cemberut. Rara hanya diam sambil menatapku lama sekali. Tetiba dia masuk dari daun pintu dan menghampiriku. Aku yang sudah duduk diatas kasur merasa terusik dengan pandangan mata-matanya. Rara ini jago dalam menilai orang dari tingkat laku dan tatapan matanya, selain karena dia mengambil jurusan psikologi.

“Kamu abis nangis yah nay?” tanya Rara.

“Ngga kok. Ih.. miss sok tau satu ini. Udah sana ditungguin tuh sama yang lain. Aku juga laper banget nih. Jadi cepet yah belinya yah, miss. Uangnya besok yah. Hhe ngga ada uang kontan nih” kata ku padanya, berusaha mengalihkan perhatiannya. Dan tanpa aku minta Rara buru-buru keluar dari kamar ku tanpa berkata apa-apa selain salam.

Ditengah heningnya malam kembali kupanjatkan doa dan harap pada-Nya. aku tahu setiap rencana-Nya adalah yang terindah. Tak terasa bulir air mata mulai mengalir deras di pipi ku. Aku merasakan sesak yang teramat dalam dihatiku dan aku hanya mampu menumpahkan pada Dia. Aku berusaha sekuat mungkin menahan perasaan itu namun tetiba hatiku menjerit dan terekspresikan dengan badanku yang semakin terguncang.

Ya Rabb… seperti doa-doa ku di malam sebelumnya. Aku tahu Engkau pasti akan siapkan orang lain seperti dia atau lebih baik darinya. Maka bantu aku untuk mengikhlaskannya.


Aku menghela nafas panjang mengingat kejadian itu. Aku beranjak dari teras menuju kepembaringan. Tak terasa waktu berjalan hingga hampir tengah malam.

---Siti Sukaesih---
Hari Ke-15
29.6.16
Jannatul Kost
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya