Khadijah Ku #3

“Ummi… Ada lelaki yang telah membuat hati Lisa gelisah. Lisa takut dosa apabila terlalu lama memendam perasaan ini. Ummi.. bisakah ummi bantu Lisa untuk bicara pada dia, apa dia juga mencintai Lisa.” Kata ku pada Bunda Novi

“Anakku… kamu sudah lama ngaji bareng Ummi. Kamu tahu mana batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ummi tahu cinta itu sebuah fitrah bagi manusia. Ummi akan bantu kamu, dan tetaplah memohon pada Allah agar Dia tunjukkan jalan-Nya untukmu nak, supaya kamu tidak salah mengambil langkah. Kalau ummi boleh tahu siapa lelaki itu?” ucap Bunda Novi.

“Akhi Fatah, Ummi. Dia muridnya Ustadz Herman. Dia memang baru liqo beberapa bulan ini. Lisa yang mengajaknya waktu itu dan alhamdulillah dia mau. InsyaAllah dia istiqomah.” Jelasku

“Baiklah kalau begitu, Ummi akan bicara pada Ustadz Herman. Demi menjaga nama baikmu, Ummi akan bicara pada Ustadz untuk mencarikan lelaki untuk dijodohkan dengan anak Ummi ini. Kalau dia berani bicara pada Ustadz Herman, berarti dia lelaki yang tegas dan pantas untukmu. Tapi kalau tidak…”

“Kalau tidak maka Lisa yang akan menjadi Khadijah untuknya. Lisa yang akan melamarnya lebih dulu Ummi. Seperti bunda Khadijah pada Rasulullah.” Aku tertunduk. Sebenarnya kata-kata itu keluar begitu saja dari bibirku. Aku tidak tahu benarkah aku seberani itu. Yah… tapi memang harus begitu. Diantara banyaknya orang yang mengagumi Fatimah dan Ali, diantara banyaknya yang berkata “Cinta Dalam Diam”, maka aku lebih memilih menjadi Khadijah. Khadijah yang menyatakan rasanya lebih dulu pada Rasulullah. Khadijah yang perjuangannya lebih besar untuk Rasulullah. Maka aku lebih memilih menjadi Khadijah. Bukanlah menjadi sebuah aib apabila seorang wanita menyatakan perasaannya lebih dulu, bukanlah sebuah aib apabila wanita meminta ingin dinikahi lebih dulu, sebab itulah tanda sebuah keberanian. Sebab, lelaki kadang tak mampu mengerti, meski dia sudah berilmu. Selalu beralasan menunggu punya ini dan itu, padahal syarat menikah tak lebih dari lima hal :
-          Ada mempelai wanita dan pria
-          Ada saksi
-          Ada ijab dan Kabul
-          Ada mahar
-          Dan wali
Walimah hanya bagian terakhir, apabila mampu. Sederhana pun jadi yang penting orang lain sudah tahu bahwa fulan dan fulanah sudah resmi menikah. Agar menghindari fitnah. Tak perlu acara mewah, sebab walimah berfungsi untuk media pemberitahuan bahwa ada dua sejoli yang sudah halal cintanya.

***
Sudah hampir empat bulan aku mengikuti kajian, tak pernah absen atau telat untuk datang. Semenjak aku tahu bahwa kajian itu menarik, aku selalu meniatkan akan selalu hadir minggu depannya. Ustadz Herman selaku murobi ku juga selalu memberikan tema yang menarik. Selalu saja ada ghiroh yang beliau tanamkan. Aku kagum pada sosok beliau yang santun dan berilmu. Namun kali ini acara kajian begitu berbeda, sebab tetiba ustadz meminta ku untuk menemuinya ba’da isya dirumah beliau. Baru kali ini beliau meminta ku untuk bertemu dirumahnya. Biasanya hanya Ahmad yang berkunjung kesana atau dimintanya untuk datang.

“Ana tunggu antum jam 20.00 dirumah, jangan sampai telat yah. Assalmu’alaikum…” ucap Ustadz Herman

Aku sengaja menunggu hingga isya di Masjid kampus, sebab kalau harus pulang kerumah kemungkinan aku akan telat. Maka setelah kutunaikan sholat, berzikir dan berdoa, aku langsung berangkat menuju kediaman Ustadz. Hatiku dag dig dug tak karuan, bertanya-tanya apa yang akan beliau lakukan padaku.

Setibanya disana denyut jantung semakin kencang. Aah… ada apapula dengan diriku. Padahal ustadz hanya memintaku mampir kerumahnya. Mungkin beliau hendak menujukkan sebuah kitab untuk aku pelajari. Tegur ku dalam hati.

“Assalmu’alaikum….”

“Wa’alaikumsalam…. Alhamdulillah akhirnya antum sampai juga. Ngga nyasarkan? Silahkan duduk.”

“Alhamdulillah ngga Ustadz. Terima kasih.”

“Antum pasti penasaran kenapa ana meminta antum datang.”

“Ii…Iyah Ustadz. Saya bingung tetiba ustadz meminta saya untuk datang”

“Begini akhi. Ana punya murid, akhwat. Dia minta ana untuk mencarikannya calon pendamping. Ana rasa antum cocok untuk dia. Tapi sebelumnya, boleh ana bertanya?”

“Ii…Iyah ustadz, silahkan.” Hatiku berdegub semakin kencang, ternyata Ustadz Herman hendak menjodohkan ku pada seorang wanita. Aah… mimpi apa aku semalam sampai harus mengalami hal seperti ini. Tetiba aku teringat pada Lisa. Bagaimana kabar hatiku padanya. Apa harus aku merelakannya untuk Ahmad atau Lisa sudah menerima Ahmad. Aku sudah tak tahu lagi kabar perkembangan hubungan mereka.

“Sebelum ana lebih jauh membicarakan masalah ini, ana mau tanya. Apakah antum sudah punya calon?” tanya Ustadz Herman ditengah lamunan ku

“Ehm…. Sebetulnya saya belum memiliki calon Ustadz. Hanya saja….”

“Kenapa? Apa ada gadis yang antum suka?”
Aku hanya diam, tak mampu berkata apapun.

“kalau memang ada seseorang yang antum suka, ana tidak akan memaksa antum. Sebab semua keputusan ada ditangan antum. Ana hanya bisa menyarankan pada antum, bahwa yang antum sukai saat ini belum tentu dia yang Allah pilihkan. Lebih baik antum segera menggenapkan setengah dien antum. Jangan sampai syaitan mengusai diri antum dengan perasaan antum itu. InsyaAllah jika antum bersedia, ana akan bantu antum melamarkan gadis yang antum sukai itu, dan untuk calon yang ana ajukan, jangan antum hiraukan. Nanti biar ana carikan calon lain untuknya.” Tegas Ustadz Herman


“Tapi Ustadz… Perempuan yang ana sukai itu sedang melakukan ta’aruf dengan teman ana. Afwan ustadz… Ana juga tidak pernah berani menyatakan perasaan ana ini. Karena ana takut dia menolak ana lantaran ilmu agama ana yang jauh dibawah dia. Belum lagi ana belum memiliki penghasilan tetap. Sudah pasti tidak ada orangtua yang mau lepaskan anaknya dipinang oleh ana, ustadz.” Jelasku pada ustadz Herman

---Siti Sukaesih---
Hari Ketiga
Jannatul Kost
17.6.16
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya