Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Terima Kasih

Muharrom adalah salah satu bulan yang Allah muliakan dalam pengkalenderan islam. Bagai menunjukkan jati dirinya, bulan ini menunjukan banyak keberkahan. Satu persatu mimpi mulai Dia ijabah dibulan ini. memberikan kebahagiaan tiada terkira. Allah Dia akan memberikan sesuatu tepat pada waktunya. Tugas kita adalah bermimpi/berharap lalu mewujudkannya lewat ikhtiar dan doa serta tawakal. Semua akan indah ketika waktunya tiba. Meski dalam waktu penantian itu terasa sangat lama dan melelahkan. Suatu hari aku pernah iri pada seseorang sebab ilmunya yang banyak membuatnya dipilih untuk mengikuti sebuah event besar. Aku yang bukan siapa-siapa merasa terpacu untuk menjadi lebih baik. Maka mulai hari itu dimulailah semua perubahan. Meski perubahan itu sulit. Amat sulit, sulit amat. Harus jatuh bangun, bahkan hingga kini. Iri? Jika ada diantaramu yang bertanya makna iri disana maka akan aku beritahu. Bahwa Allah dan Rasul-Nya tak melarang dua rasa iri yang muncul dari tiap hati ma

Tujuan

Kali ini aku ingin seperti orang kebanyakan. Mengungkapkan keping-keping rasa yang tumbuh dari aksi super damai 212. Hari itu aku memang tidak mengikuti seluruh rangkaian acara. Karena kedatangan yang sudah sangat telat. Tapi disana masih bisa aku rasakan menggelegarnya sebuah cinta. Beberapa hari sebelumnya, saat melihat begitu banyak BCan dimedia sosial tentang orang-orang tangguh asal ciamis. Hati ini mulai terkoyak. Belum lagi kejadian-kejadian hebat lain. Mulai dari mereka yang di cancel bus nya secara sepihak lalu memutuskan jalan kaki, mengganti kendaraan, atau memaksa hal apapun agar bisa tetap hadir. Demi membuktikan sebuah cinta pada Sang Pencipta. Dari begitu banyak rangkaian peristiwa terjadi, aku teringat sebuah kata-kata bijak dari salah seorang guru panutanku, sekitar satu minggu lalu, yang aku lihat lewat video di laptop ku. Aa Gym. Dengan suaranya yang menggelegar di Masjid Adz-zikra, sentul. Tempat Ustadz Arifin Ilham. Bersama Ustadz Yusuf Mansur. Beliau ber

Darah Juang Sang Mujahidah

Ditengah teriknya matahari siang itu. Ratusan orang berkumpul didepan gedung istana merdeka. Berpakaian rapi dengan berbagai jenis almamater. Menyerukan sebuah keadilan untuk rakyat kecil yang ada di tanah air tercinta. Dari begitu banyak sosok wanita disana, ada seorang wanita yang menarik perhatianku sejak awal turun aksi. Dengan gamis panjang dan lebar yang digunakannya terlihat dengan jelas bahwa dia adalah seorang akhwat. Sejak awal turun aksi dia sibuk membagi-bagikan air mineral dan roti dibantu beberapa orang. Sambil tersenyum dengan tulus dia berkata "Selamat menikmati. Semoga Allah menguatkan kita hingga akhir." Sontak orang-orang yang mendengar kata-kata itu langsung mengucapkan 'aamiin'. Tapi tak jarang juga ada yang malah merasa aneh dengan tindakkanya itu. Saat adzan ashar berkumandang, wanita itu langsung bergegas bergerak dari satu barisan ke barisan lain. Dia bahkan maju kedepan dekat mobil sound untuk memberitahu peserta aksi bahwa adza

Mencintai Kehilangan (Mengikhlaskan Cinta)

Langit Jakarta yang hampir satu minggu ini diliputi awan hitam dan hujan lebat menemaniku untuk memulai kembali sebuah cerita. Diawal kisah ini aku hanya ingin mengutip beberapa kalimat dari seseorang yang salah satunya adalah seorang penulis, dimana salah satu kalimat itu pernah dia torehkan dibukanya sebagai buah tangan karena aku sudah membeli bukunya. Tapi, bisa jadi itu karena permintaanku waktu itu ketika memesan buku “Kaka boleh minta kata-katanya juga ngga. Apa aja. terserah.” Kataku saat itu. “Oh, quotes maksudnya.” Kata seorang diseberang sana yang melayani pemesan buku. Lalu dengan segera aku jawab ‘Iya’. Sekitar lima hari aku menunggu buku itu datang. Tak sabar menantinya. Tapi bukan karena penasaran dengan isi bukunya karena isi bukunya sudah aku lalap habis saat itu, hasil pinjaman. Hehe… aku penasaran dengan pesan apa yang akan dia tuliskan. Pesan disini maksudku adalah pesan Allah yang dikirim lewat dia. Karena saat itu aku sangat percaya bahwa Allah akan men

Harapan

Seorang bijak pernah berkata, jatuh cinta itu boleh tetapi berharap itu dilarang. Aku mencoba menerka apa artinya dan kemudian aku menemukan jawaban. Benar memang ketika mencintai maka tak perlu berharap apapun sebelum pasti. Tapi nyatanya jika cinta sudah tumbuh hanya orang hebat yang mampu mengendalikan rasalah yang mampu menang sebab dia tak akan pernah berharap cinta itu berakhir seperti drama korea. Atau seorang guru pernah berkata. Kalau cinta yah bicara, bukan diam dengan berkedok cinta dalam diam. Nyatanya hal itu akan membuat hatimu berpenyakit. Aku setuju dengan pernyataannya. Kadang kita terlalu naif. Terlalu munafik. Padahal sudah jelas memiliki rasa tetapi entah karena memang tidak berani menyatakan, belum siap, atau sebagainya kita kemudian berkedok aku ingin mencintainya dalam diam. Kalau jodohkan ngga kemana. Yes benar memang ketika sudah jodoh, mau terpaut jarak antara kutub utara dan kutub selatan, atau dia di mars dan kita di bumi tetap saja akan bertemu. Tapi b

Kehilangan bagian 2

Meski aku belum bisa mengerti banyak hal, tetapi aku selalu tahu apa perasan orang-orang yang aku cintai. Papa sudah lebih dulu Tuhan panggil menghadap-Nya, dan meski aku tidak mampu menerima semua itu, aku selalu berusaha menjadi kuat. “Oma, kapan bunda dateng jemput aku?” Kata ku “Oma ngga tahu sayang, kapan mamamu bisa sembuh. Padahal kejadian itu sudah lewat tujuh tahun lamanya.” Kata oma sambil menyeka ujung matanya. Aku memeluknya erat. Sejak kecelakaan itu terjadi bunda belum bisa menerima kenyataan. Bahkan sampai aku lulus dari bangku sekolah dasar bunda masih sama. Aku tidak tahu persis bagaimana keadaannya, aku hanya tahu dari kabar yang dibawa oma setelah mengunjungi bunda di rumah sakit. Meski oma tidak pernah berkata jujur padaku tentang keadaan bunda, tapi aku tahu bundaku belum baik-baik saja. Tujuh tahun sudah semuanya berlalu. Meski aku memiliki oma yang selalu mencurahkan rasa sayangnya kepadaku, tetap saja aku merindukan kehadiran orangtuaku. Papa sudah

Kehilangan bagian 1

Beruntungnya aku mendapatkan dia. Lelaki sempurna yang menemani hari-hariku. Tak pernah aku menyangka bahwa takdir akan mempertemukanku dengan orang sepertinya. Ternyata cinta mampu tumbuh dalam hubungan yang biasa. Rangga, itulah nama suamiku. Dia melamarku enam tahun silam ketika aku baru lulus wisuda di sebuah perguruan tinggi negeri. Tak pernah aku sangka dia akan melakukan hal itu. Pertemanan biasa yang kami jalini sedikitpun tak membuatku berpikir bahwa dialah pangeran impian itu. Dia melamarku dihadapan keluarga besarku dan juga teman-temanku. Saat itu, selain terkejut aku juga merasa malu. Sebab dihadapan mereka dia melamarku. Membawa sebuket bunga dan balon warna warni berbentuk hati. Semua mata tertuju padaku saat itu. Aku tak mampu berkata apapun. Mungkin saat itu wajahku memerah sebab malu. Mungkin. Sebab aku tidak tahu. Hanya kabar-kabar burung dari teman-temanku saja yang aku terima. Mengenang semua kejadian masa lalu nan indah itu membuatku selalu merasa jat