Ketika Rindu Hanya Terpaut Dalam Doa #2



Tak ada yang salah tentang ketentua-Nya,
Akupun tak bertanya tentang catatan takdir tersisa,
Yang bisa aku lakukan hanyalah menjalani,
Sesanggup sabar yang aku punya,
Dan sepenuh syukur yang aku miliki.

Tentangmu adalah cerita yang tak pernah berakhir,
Ketika tiba saatnya Alloh memintamu kembali,
Selaksa gemuruh kurasakan saat melepas detik-detik terakhirmu,
Empat mataharimu pun tegar melepas kepergianmu,

Aku melepasmu dalam perasaan beku membiru,
Tertatih menata hati,
Menyiapkan jiwa akan satu perpisahan yang tak terbayangkan.

Tapi benar katamu…

“Jika ayah boleh meminta pada Alloh… maka biarkan ayah yang menghadap Alloh terlebih dahulu. Karena ayah tak sanggup menjalani sisa hidup tanpa ibu…”
“mungkin ayah tak bisa menjaga matahari kita. seperti ketulusan jiwa ibu…”
“Yakin… sepenuh doa..Alloh akan meneguhkan ibu. Meneruskan asa kita..”

Yaaa…
Entah kenapa kalimat itu ringan kau ucapkan beberapa bulan lalu,
Sementara aku tercekat memahami semua kata demi kata,
Dan Alloh….
Benar-benar membuat aku harus melanjutkan semua asa ini.

Tanpamu…
Tanpa keteduhan lagi…
Seperti saat aku merasa lelah menempuh jalan kita…

Aku..
Dalam kesangggupan yang tak bisa kuukur,
Dalam derai yang tak berkesudahan,
Mencoba memahami sisi apapun dari catatan takdir tentang kita

Kristal bening yang mengalir tiba-tiba
Ketika aku merasa belum menjadi seperti apa yang kau pinta…

Tak ada lagi maaf yang bisa aku pinta…
Hanya pengampunan Robb-mu tempat aku melabuhkan segala sesak yang menghimpit jiwa…

Perlahan aku mendayung biduk ini
Memohon dengan segala pinta
Agar Alloh menjadikanmu damai di alam penantian..

Aku..
Dengan segala keterbatasanku
Akan kurajutkan bagimu
Amalan-amalan terbaik dari mataharimu

Sungguh…
Kaulah cinta yang berpulang diujung senja
Yang mengajarkan aku makna kesyukuran…
Keuletan….
Ketabahan…
Dan kejujuran…
Dalam tempaan jejak ujian demi ujian…

Pamulang, 8 Mei 2015

Itu adalah sepenggal kata ungkapan hati yang keluar dari hati yang masih pedih karena sebuah perpisahan, namun berusaha tegar menghadapi semua cobaan ini. Yah… itu adalah sepenggal isi hati dosenku ketika 7 hari kepergian suami tercinta yang beliau bagikan di grup kami.

Alloh… butiran bening itu tak sanggup ku tahan saat membacanya. Seakan sesak nafas ini saat membaca dan membayangkannya. Sungguh… perpisahan memang bukan suatu yan mudah untuk dijalani. Apalagi kepergian yang begitu cepat tanpa pernah ada sangka.

Rasanya begitu pedih pula ketika harus membayangkan, “andai itu terjadi padaku”. Akan kah aku sekuat itu? Membayangkan dia yang pergi tiba-tiba tanpa tanda.

Sahabat… sungguh selain pendamping hidup yang menjadi rahasia-Nya. Ada lagi sesuatu yang pasti akan datang namun kita sering lalai mengingatnya. Yah, mati. Padahal Rosululloh SAW telah memperingatkan kita bahwa kita harus terus mengingat kematian.

Hidup ini memang terlalu banyak menawarkan kemegahan dan kebahagiaan. Syetan terlalu pintar untuk terus mendorong kita pada kesesatan yang nyata. Hingga membuat kita lalai mempersiapkan bekal hidup abadi dialam sana.

Sahabat… Mari kita sama-sama memohon. Bermunajat pada-Nya. Agar Alloh mudahkan langkah-langkah kaki kita.

Alloh… Engkau yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Engkau pemegang jiwa-jiwa kami. Tiada daya lagi kuasa kami selain pertolongan-Mu. Alloh… bantu kami agar kami bisa tetap khusyu dalam ibadah kami. Bantu kami agar kami bisa tetap ingat pada-Mu. Mencintai-Mu dengan setulus hati kami. Alloh… jika suatu saat nanti kau panggil kami, maka mudahkanlah proses kembali kami itu. Mudahkan. Khusnul khotimahkan lah kami dengan menyebut nama-Mu dan mengagungkan-Mu diakhir hidup kami.

Aamiin…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya