Mencintai Kehilangan (Mengikhlaskan Cinta)

Langit Jakarta yang hampir satu minggu ini diliputi awan hitam dan hujan lebat menemaniku untuk memulai kembali sebuah cerita.

Diawal kisah ini aku hanya ingin mengutip beberapa kalimat dari seseorang yang salah satunya adalah seorang penulis, dimana salah satu kalimat itu pernah dia torehkan dibukanya sebagai buah tangan karena aku sudah membeli bukunya. Tapi, bisa jadi itu karena permintaanku waktu itu ketika memesan buku “Kaka boleh minta kata-katanya juga ngga. Apa aja. terserah.” Kataku saat itu. “Oh, quotes maksudnya.” Kata seorang diseberang sana yang melayani pemesan buku. Lalu dengan segera aku jawab ‘Iya’.

Sekitar lima hari aku menunggu buku itu datang. Tak sabar menantinya. Tapi bukan karena penasaran dengan isi bukunya karena isi bukunya sudah aku lalap habis saat itu, hasil pinjaman. Hehe… aku penasaran dengan pesan apa yang akan dia tuliskan. Pesan disini maksudku adalah pesan Allah yang dikirim lewat dia. Karena saat itu aku sangat percaya bahwa Allah akan mengirimiku pesan lewatnya. Akhirnya saat buku itu sampai, ku ucapkan Basmallah ketika hendak membukanya dan tertulis disana sebuah kalimat, singkat saja. Tapi sungguh itu menjadi sebuah pengingat yang amat berharga bagi diriku. Dari Tuhan-ku yang dititipkan-Nya lewat tangannya.

Impian tidak dapat terwujud dengan sendirinya. Namun impian akan terwujud ketika kita berusaha meraihnya… Tetap semangat dalam meraih mimpi…

Dan ada satu kalimat lagi dari seorang ustadz yang sangat aku kagumi sejak aku duduk di bangku SMA. Yaitu Ustadz Yusuf Mansur. Disebuah akun sosial media aku menemukan sebuah kalimat “Mintalah jodoh yang tidak pernah dipegang atau memegang, jodoh yang tidak pernah dilihat atau melihat dalam syahwat”.

Kawan… Setiap orang selalu punya harapan dalam hidupnya. Selalu punya mimpi yang pasti ingin diwujudkannya. Tetapi, jangan sampai mimpi dan harapan itu memenuhi isi hati.

Kalau ada orang yang berkata dia itu setia, maka kesetiaannya pasti hanya seujung kuku. Sebab, hanya Allah yang paling setia. Dia selalu setia menunggu kita kembali pada-Nya ditengah-tengah kubangan dosa, khilaf, kekeliruan, dan kesalahan. Dia yang tak pernah berpaling pada hamba yang sudah dicintai-Nya. Dia sungguh setia, menunggu kita untuk kembali pada-Nya.

Tapi… Dia jugalah yang paling pencemburu terhadap makhluk-Nya. Saat kita menduakan-Nya dengan yang selain-Nya, Dia sungguh cemburu. Dan ketika Allah sudah cemburu maka kita akan dibiarkannya terlena dengan yang kita duakan itu hingga kita terus bergantung dan beraharap padanya, hingga akhirnya kita merasakan sakitnya sebuah pengharapan pada makhluk. Maka hanya cahaya hidayah-lah yang mampu menyadarkan diri tentang sebuah kekeliruan.

Buktinya, seorang alim besar pun yaitu Imam Asy-Syafi’I pernah berkata Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang. Maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap pada selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya.

Kawan… Aku sangat percaya, ketika Allah mencintai kita maka apapun akan Dia berikan, tak terkecuali apapun yang kita harapkan. Selagi baik pasti Allah kabulkan. Hanya saja, kita harus terus menjaga hati agar tak disusupi rasa harap pada selain Dia.

Ustadz Yusuf Mansur pernah berkata dalam sebuah ceramahnya yang disiarkan disalah satu stasiun TV swasta, kaitan saat itu membahas mengenai jodoh. Tapi bukan jodohnya yang membuatku tertarik, tetapi sebuah pesan kunci, bahwa kita harus memiliki koneksi selalu kepada Allah. Kita harus mampu mengenali tanda-tanda Allah. Petunjuk dari-Nya yang dikirim secara tersirat. Dan hanya hati yang selalu terkoneksi dengan-Nya lah yang mampu melihat tanda itu.

Ini kunci besar bagiku, karena bukan hanya urusan jodoh. Tapi disemua urusan kita, kita harus mengenal Allah, harus tahu tanda-tandaNya.

Mungkin kejadian beberapa minggu ini juga menjadi salah satu jawaban dan tanda dari-Nya. Keberanian yang berusaha aku tumbuhkan, nyatanya tak pernah muncul. Meski selalu diiniatkan “Oke besok ngomong. Bismillah.” Tetapi pas sudah hari H, sulit sekali. Takut. Berat.

Tapi lewat kejadian kemarin, Allah sungguh sengaja membuat skenario itu. Allah memaksaku bicara pada kedua orangtuaku. MasyaAllah… sungguh Dia selalu tepat dan indah rencana-Nya.

Berkaitan dengan mencintai kehilangan maka kita harus selalu siap menerima setiap ketentuan-Nya. karena yang menurut kita baik belum tentu menurut Allah. Pun yang menurut kita buruk belum tentu buruk menurut Allah. Pengetahuan Allah tentang semua jagad raya dan segala hal gaib, sedangkan pengetahuan kita hanya sebatas penglihatan, pendengaran, dan akal. Itupun kadang masih banyak kelirunya.

Mencintai kehilangan, adalah saat diri harus melepaskan setiap harapan terhadap makhluk. Mengikhlaskan serta memasrahkannya pada ketentu Allah.

Harapan itu memang selalu indah, bagai bunga ditaman. Selalu tumbuh subur dan menyegarkan pandangan. Tapi… mampu pula mematikan secara diam-diam.

Maka saat ini sadarilah setiap ketentuan terbaik datangnya dari Allah. Kita boleh  berharap dan bermimpi tapi tak bisa lebih. Saat harapan itu datang maka sadari, lalu tinggalkan. Biarkan waktu yang menjawab.

“Tiada yang tahu kemana cinta akan bermuara. Tetap percaya saja pada kuasanya Allah yang diluar batas logika manusia memikirkannya. Jangan terlalu pusing memikirkan jodohmu. Perbaiki diri saja. InsyaAllah, dia disana juga memperbaiki diri. Dibawah langit yang sama denganmu.” (Ori Rabowo-Kemana Cinta Akan Bermuara)

13 November 2016
#22ThTerlewati
#HujanBerkah

#JakartaBarat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya