Ketika Mimpi Hanya Menjadi Angan



14 September 2015 (30 dzulqaidah 1436 H)

Sahabat… setiap manusia pasti memiliki mimpi. Entah tentang apa, pasti mimpi itu adalah suatu yang paling besar dan membahagiakan, dan berharap mimpi-mimpi itu bisa menjadi kenyataan. Senantiasa selalu menjaga mimpi itu dalam semangat dan doa pada-Nya. Namun, apa jadinya jika mimpi itu hanya sebuah mimpi yang menjadi angan belaka. Tetap terjaga namun ternyata hamba tanpa usaha.

Sahabat… hari itu diri ini sungguh terhenyak. Seakan bumi runtuh seketika. Seakan aku ditarik pada sebuah masa dimana aku pernah bermimpi dan dihempaskan pada masa sekarang dengan begitu kerasnya. Remuk. Hancur. Yah, itulah yang aku rasakan.

Siang itu, tepatnya setelah aku sholat zuhur di Masjid kampus tercinta aku pergi menuju lobby belakang gedung utama kampus, karena hari ini sedang ada penggalangan dana untuk acara idul adha yang tinggal sebelas hari lagi. Suasana saat itu ramai sekali, ditambah teriakan kawan-kawanku yang mengajak para mahasiswa dikampus untuk berinfaq diacara idul adha nanti. Sungguh semangat mereka sangat luar biasa, ku acungi empat jempol bagi mereka. Hehe

Karena aku sudah merasa cukup, jadi aku dan teman yang lain hanya duduk sambil sesekali membantu berteriak. Dari pada waktu ku buang percuma dengan menunggu maka aku lanjutkan tilawahku di sudut ruang lobby. Selagi aku asyik dengan tilawahku, datanglah sahabatku. Dengan tingkahnya yang pemalu itu dia datang menghampiriku dan bertanya “esih lagi ngaji yah?”. Lalu kujawab, “iya. Kenapa?”. Ngga apa-apa. Cuma mau ngomong aja. tapi nanti deh abis esih ngaji”. Katanya lagi. Lalu, aku akhiri tilawahku dan memintanya untuk bercerita tentang apa yang ingin disampaikannnya.

“esih mau umroh ngga?”. Dalam hatiku menjawab umroh? Iya aku mau. Ada apa ini. Lalu dia lanjutkan ceritanya “aku pengen banget umroh, kita nabung sama-sama yuk supaya nanti dua tahun lagi bisa kesana bareng-bareng juga sama yang lain. Kata tanteku bisa pake asuransi. Dua tahun nabung nanti bisa berangkat. Tapi, uangku ngga cukup kalau harus nabung disana. Dan kalau sendiri takut uangnya ke pake”

Aku hanya terdiam. Diam tak mengerti apa yang harus aku katakan. Pikiranku melayang pada hari-hari kemarin. Pada sebuah mimpi yang selama ini aku genggam. Pada nasehat-nasehat ustadz yusuf Mansur yang sering aku dengar. Yah, seharusnya aku bermimpi dengan Dia. Selalu menyematkan mimpi itu (Red : Pergi ketanah Suci) dalam doa dan sujud panjangku, namun nyatanya selama ini mimpi itu hanya sekali dua terselip dalam doa ku.

Jika kalian berpikir apa pernyataan seperti itu bisa membuat sedih-se-sedihnya, atau aku yang terlalu lebay.

Sahabat…Pernyataan nya itu membuatku sadar, bahwa ternyata selama ini mimpiku hanya angan. Bukan karena aku sering melupakannya dalam doa ku, tapi juga karena aku lebih memprioritaskan yang lain. Karena ada pernyataannya yang membuatku benar-benar sedih. Yaitu saat dia berkata “aku pengen banget. 2017 pengen kesana (Red : Umroh).”

Deg... hatiku seperti tertikam. Pernyataan itulah yag sebenarnya lebih menyadarkan ku. 2017 adalah waktu dimana aku berencana bahwa ketika aku sudah wisuda nanti, tempat pertama yang akan ku kunjungi adalah Yogyakarta. Yah, jogja. Tempat impianku.

Disaat yang lain bermimpi yang lebih hebat ketika mereka lulus kuliah, bahkan sahabatku ini ingin pergi umroh. Aku malah hanya ingin pergi ke jogja. Lalu, apakah ini tak cukup membuatku sangat sedih.

Disatu sisi aku amat sedih menyadari betapa bodohnya aku, betapa sombongnya aku seakan aku bisa mewujudkan mimpi itu (Red : Pergi ke tanaha suci) tanpa bantuan-Nya. Namun, disisi lain aku pun amat bahagia, sebab Allah masih mengingatku, masih sempat menengok hamba-Nya yang sudah salah jalan ini.

Aku beranjak berdiri dan permisi pergi ke Mushollah. Sungguh, aku tak sanggup menahan bulir air mata yang tertahan. Aku percepat langkah. Ku ayun dia menuju tempat wudhu, ku laksanakan sholat Sunnah mutlak, wujud rasa syukurku pada-Nya yang sudah membangunkan ku dari mimpi kesombongan ini.

Saat itu rasanya aku hanya ingin berdua saja dengan Allah. Hanya ingin berdua. Bermesraan dengannya dalam doa-doa ku. Merenungi setiap perjalanan yang sudah kulalui. Menyesali setiap kekeliruan yang ku lakukan.

Seakan mata ini panas sekali. Seperti ada cabai yang masuk. Perih…dan tiba-tiba hangat. Rasanya ada yang keluar dari dalam mataku. Bukan hanya mata tapi juga dalam hati dan diri. terbang. jauh. membuat semuanya seakan melayang. ringan.

Terseguk-seguk menahan perih karena kekeliruan selama ini. Lalu, ku kaitkan setiap kejadian demi kejadian. Mungkinkah ini kode dari Allah padaku. Kurangkai setiap peristiwa demi peristiwa. Dari dulu hingga detik itu. Mungkinkah, ini adalah satu rangkaian cerita yang saling berhubungan. Ku tepis semuanya. Kuyakinkan jika mungkin benar maka akan ada masanya nanti. Ku beranjak melangkah pergi untuk kembali pada sahabat-sahabatku.

Tenang. Itu lah rasa yang timbul saat akhirnya ku akhiri sujud dan doa-doa ku. Mungkin selama ini aku terlalu sibuk dengan dunia, hingga aku lalai mengingat sesuatu yang baik. lupa mengingat mimpi besar itu.

Hikmah kejadian hari ini :
 
Sahabat…. Nikmat rasanya. Ketika kita salah jalan, Allah datang menghampiri. Lalu dengan lembut Dia mengulus kepala kita dan berkata “Wahai hamba-ku yang aku sayangi. Kau sudah salah mengambil jalan. Jalan yang benar bukan kesana, tapi kesana. (sambil menunjuk) Mari aku tunjukkan padamu jalan pulang terbaik yang selama ini kau cari.” Sambil Dia tersenyum.

Sungguh indah bukan.

Maka mulai hari ini, mari kita lakukan semuanya karena Dia. Introspeksi segala yang keliru, luruskan segala niat, dan sematkanlah setiap harap itu dalam sujud dan doa. Semoga kelak Allah ijinkan kaki kita menapaki masjidil haram, dan mengijinkan langkah ini sampai pada makam Rasulullah Muhammah SAW. yang kita rindukan.

Aamiin Ya Rabb….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya