Menanti Jodoh, Bagaikan Menanti Berbuka Puasa



Menanti jodoh bagaikan menanti berbuka puasa. Sebelum memasuki sebuah fase dewasa setiap orang pasti melawati fase remaja. Dimana setiap wanita rata-rata sudah mengalami gejala alamiahnya yaitu menstruasi. Ketika telah masuk fase ini, seorang wanita atau perempuan mulai mengalami perubahan-perubahan secara drastis. Mulai dari fisik hingga psikisnya. Yang kurus bisa tiba-tiba gemuk dengan cepatnya. Yang suaranya unyu-unyu tiba-tiba jadi nge-bass, dan sebaliknya. Masih banyak lagi.

Masa remaja ibarat fase menanti berbuka puasa di pagi hari. Perut masih terasa kenyang. Wajah masih sumbringah. Pokoknya happy aja bawaannya. Kaya hidup ngga ada beban. Di fase ini, setiap perempuan mulai belajar mengenal hati dengan lawan jenisnya. Walaupun masih suka-sukaan biasa. Istilah jaman sekarang masih jadi cabe-cabean. Masa remaja adalah masa pengeksplorasian diri. Penetuan jati diri dan perorientasian masa depan. Disini semuanya dimulai.

Menanti jodoh di usia muda bukanlah hal yang sulit. Sebab, masih banyak waktu yang harus dilalui. Terlalu jauh apabila memikirkan hal tersebut. Ibarat sedang berpuasa, masih pagi tidak mungkin kita berpikir menu buka puasa seperti apa yang kita mau. Atau bahkan bila sebagian ada yang telah memikirkan sejak pagi bahkan sejak sahur, mau berbuka apakah esok. Berarti dia telah dengan matang mempersiapkan masa dewasanya kelak. Disinilah peran orangtua. Menunjukakan, mengarahkan, memberikan jalan-jalan terbaik pada putra-putrinya.

Saat puasa waktu terus berjalan. Denting jarum jam terus bergerak. Inilah perjalanan waktu. Semakin beranjak remaja, manusia kelak akan masuk pada fase menuju dewasa. Ibarat waktu berbuka, saat itu sudah pukul dua belas. Mulailah sedikit demi sedikit pemikiran itu merasuk dalam relung hati anak manusia. Disinilah puncak awal ketertarikan antara lawan jenis. Disaat inilah waktu persimpangan yang akan sangat menentukan mau kemana kita. ke kiri atau ke kanan. Terkadang dimasa-masa ini tak sedikit orang yang tersesat tidak tahu jalan pulang, atau banyak pula yang salah mengambil jalan. Namun, beruntunglah bagi mereka yang sudah mempersiapakan dan dipersiapkan dengan matang masa untuk berbuka puasanya. Dengan bekal ilmu dan pemaham yang cukup.

Dimasa persimpangan ini, banyak kita lihat pada zaman saat ini mereka yang tidak mempersipkan waktu berbukanya dengan baik, mereka harus terjun dahulu dalam kubangan lumpur hitam pekat. Terjerumus pada pemikiran-pemikiran salah. Terjerumus dalam perasaan mereka sendiri. tak mampu mengekspresikan perasaannya dengan bebas, hingga akhirnya mereka jatuh dalam kubangan lumpur kemaksiatan.

Sabda Nabi SAW “manusia di lahirkan dalam keadaan islam, tetapi orangtuanyalah yang memasukkan mereka menjadi golongan muslim, nasrani, majusi atau yahudi”

Jelas sekali. Peran orangtua bukan hanya menyediakan fasilitas yang lengkap untuk mendukung belajar anaknya. Bukan pula menyediakan uang yang banyak untuk hidup anaknya. Tetapi jauh lebih berat dari itu semua. Harta akan selalu mudah didapatkan jika kita bekerja keras dengan sungguh-sungguh. Alloh Sang Maha Pemilik Rezeki telah mengaturnya, itu bisa diusahakan.
Orangtua harusnya menjadi contoh, menjadi pembimbing, menjadi rambu, bukan malah menjerumuskan anak-anaknya ke dalam nerakanya Alloh. Seharusnya orangtualah yang menjadi jalan bagi anak-anaknya untuk menemukan syurganya Alloh dan mengangkat derajat orangtuanya setinggi mungkin di hadapan-Nya.

Namun, coba kita lihat. Tak sedikit saat ini orangtua yang dengan bangga, dengan lugas dan juga tegas mengatakan “silahkan kamu pacaran” ; “jangan buru-buru menikah, coba kenalan dulu. Kalau cocok baru dilanjutkan”. Dari kedua kata-kata itu jika kita telisik lebih dalam ada dua makna yang berbeda. Kata yang pertama dengan lugas dan tegas menghantarkan anaknya kepinggir jurang neraka. Banyak sekali orangtua yang rela anaknya pacaran dari pada menikah muda. Padahal, pacaran zaman ini dengan zaman dulu mungkin sangat jauh berbeda. Lagi pula, adakah perintah pacaran dalam Islam??
Orangtua tak lagi takut atau khawatir jika anaknya pacaran. Apapun alasannya, pacaran bukan suatu solusi untuk membuat putra-putri kita menemukan jati dirinya. Pacaran bukan solusi menjadikan mereka gaul atau keren. Pacaran hanyalah sebuah bentuk penyesatan pada pemikiran mereka. Ketika anak kita memasuki masa remaja, orangtua hanya butuh waktu ekstra untuk diluangkan pada mereka. Mendengarkan, memahami, memberi masukkan, harusnya orangtua bisa menjadi sahabat bagi anak-anaknya, bukan malah menjadi pemimpin yang diktator hingga membuat mereka segan dan takut untuk mengungkapkan segala keluh kesahnya.

Lalu, coba kita lihat kata yang kedua. Sebenarnya keduanya sama-sama menjerumuskan. Hanya saja berbeda dari segi makna. Coba perhatikan, ketika orangtua berkata “jangan buru-buru menikah, coba kenalan dulu. Kalau cocok baru dilanjutkan”. Ini adalah sebuah hal yang lucu. Harusnya orangtua jauh lebih mengerti mengapa setiap anak adam harus segera menikah, yaitu untuk menghindari fitnah. Agar tidak mendekati zina. Namun pernyataan seperti itu adalah cara halus orangtua menggiring anaknya pada neraka. Tidakkah kita perhatikan, mungkin banyak sekali anak-anak kita yang sudah siap menikah tetapi karena tuntutan orangtua untuk menunggu maka mereka ‘terpaksa’ menjalani hubungan yang diharamkan oleh Alloh. Padahal dalam Islam, untuk mengenal seseorang sebelum menikah ada waktu untuk perkenalan yang disebut ta’aruf. Lalu bagaimana jika seperti ini. Mereka tidak mungkin ta’aruf lama-lama. Jadilah mereka ‘pacaran’.

Sungguh disayangkan memang, tapi bagaimana lagi. Setan terlalu cerdik untuk menggoda hati-hati manusia apalagi yang berhubungan dengan cinta. Tapi bukankah manusia harusnya lebih cerdas dari syetan karena punya hati dan akal. Tapi, harus di perkuat dengan iman yah.

Alkisah, kedua cerita itu terjadi dalam hidup saya.
Dari lembaran-lembaran hidup orang lain yang melibatkan saya menjadi figurannya.
Orangtua saya tidak pernah mengijinkan saya untuk pacaran. Meski saya bukanlah orang yang agamis tetapi keteguhan ayah dalam agamanya melarang saya untuk dekat dengan laki-laki. Saya yang saat itu beranjak remaja mulai merasakan perasaan aneh ketika bertemu seorang laki-laki. Tetapi, nenek dan ayah saya tidak mengijinkan saya bertemu laki-laki itu. Ketemu aja ngga boleh apa lagi deket. Tapi, karena gejolak remaja yang kuat. Alhasil dilanggar deh. Ibu saya pun menyampaikan perkataanya dengan nada tinggi. Jadi, saya selalu merasa takut ketika harus bertemu dengan laki-laki yang saya suka. Atau ketika saya ingin melakukan apapun saya selalu takut. Takut jika orangtua saya marah.

Banyak sekali yang menyuruh saya untuk pacaran, biasanya kakak ayah saya dan adik mama saya. Kata mereka, “ngga apa-apa pacaran Cuma buat motivasi”. Saat itu, saya berpikir “TIDAK”. kenapa hanya pacaran yang bisa jadi pemotivasi? tapi Seiring berjalannya waktu, karena perasaan yang pernah di hancurkan oleh seseorang dan saat orang itu kembali saya tidak mau kehilangan lagi. Saya nekat untuk pacaran. -,- Mengajak dia untuk pertama kalinya ke rumah saya. Dan saya tahu itu tindakan salah. Sebab, ayah saya tidak setuju. Saya tau dari raut wajahnya. seperti penuh dengan amarah, tetapi tidak mampu beliau ungkapkan. L Itulah hari pertama dan terakhir saya mengajak seorang laki-laki ke rumah saya. Tidak lama setelah itu, ada kejadian yang membuat saya marah pada diri saya dan dia saat itu (saat ini saya ingin melupakan hal itu).

Pacaran itu sungguh tidak mengenakan. Yang membuat lezat kemaksiatan itu hanyalah godaan hawa nafsunya. Karena saya rasakan sendiri, pegangan tangan yang pertama dengan pacar membuat hati berdesir. Tetapi, ketika itu terlalu sering maka hanya ada rasa rishi. Rasa malu. Itulah yang saya rasakan. Saya malu dengan pilihan saya untuk “pacaran”. Bahkan saya selalu berpikir, jika boleh saya tidak pernah ingin berpikir atau kenal dengan istilah “pacaran”.

Itu adalah kisah saya ada dua kisah kontradiksi. Waktu itu ada yang pernah cerita pada saya, bahwa seorang orangtua mengijinkan anaknya untuk “ciuman”. Sungguh, saya yang saat itu masih duduk di bangku SMA mendengar orangtua mengijinkan anaknya yang masih SMP berciuman dengan pacarnya. Saya berpikir sebuah hal yang amat menjijikan. Bagaimana tidak. Orangtua yang seharusnya menjadi panutan, malah dengan terang-terang menendang anaknya masuk neraka. Naudzubillah… kenapa harus jijik? Karena orangtua saya ngga pernah bilang begitu. Bahkan mereka dengan tegas melarang saya dekat laki-laki. Dan ketika mendengar cerita orang seperti itu kan jadi gimana gitu… -,- bukan iri yah…
Dan kisah kedua membuat batin saya bergolak. Karena sebel ditambah kesel dibumbui pertanyaan MENGAPA???
Ketika sebuah niat baik untuk menikah belum direstui orangtua, maka seorang teman saya memilih untuk ‘pacaran’ dengan pasangannya. Alih-alih kata orangtua untuk berkenalan sambal menyelesaikan kuliah.

Awalnya saya berpikir biasa saja, karena setiap manusia punya pilihan untuk hidupnya. Namun, belakangan ini saya melihat suatu hal yang sangat berbalik. Bikin ilfill dan mikir keras. -,- Dia wanita yang menjaga dirinya dari suatu yang hal yang tak seharusnya pokok InsyaAlloh sholehah. tapi kini berbalik menjadi sama dengan wanita yang lain dimata saya. Ini karena…. Ada seorang laki-laki (ikhwan) yang melamarnya tapi kata orangtuanya “nanti selesaikan kuliah dulu”. Karena mengikuti mau orangtua akhirnya mereka pacaran dulu deh bukan nikah. Walaupun si akhwat (perempuan) ini udah pengen banget nikah tapi karena ngikutin orangtua….
Tapi gaya pacarannya berbeda dibandingkan yang lain. jika diluar sana mereka yang berpacaran berpegangan tangan, maka dia tidak. InsyaAlloh….

Ini merupakan hal tersulit bagi saya. Saya menyayangi dia sebagai seorang sahabat. Menghormatinya sebagai seorang yang paham tentang islam. Tetapi melihatnya saat ini membuat saya ingin marah. Seharusnya dia menjaga dengan benar dirinya jika memang niat itu benar. Tidak seharusnya dia terjerumus  pada bisikan iblis yang sangat halus dan menggoda itu. Dari tingkat lakunya, dari tatapan matanya, saya melihat diri saya yang dulu ketika memutuskan untuk pacaran. Naudzubillah…
Saya sangat malu melihat cermin diri saya pada dia, berpikir apakah mungkin saya seperti itu dulu. Pokoknya keliatan kaya orang lagi dimabuk asmara gitu -,-
Ketua lembaga da’wah di sekolah pacaran. Itulah saya dulu. Berpegangan tangan. Sungguh sebuah pilu yang tak mampu terobati dengan penyesalan mendalam. Hanya mampu berharap yang terbaik saat ini. Walaupun saya pernah masuk kedalam kubangan lumpur maksiat itu, tetapi saya ingin kembali lagi. Saya ingin berjalan lagi untuk bangkit menuju sungai untuk membersihkan lumpur-lumpur itu. Kembali paa yang benar. Semoga niat mereka menikah cepat terwujud jadi saya ngga suudzon lagi. :)

Menanti jodoh, bagaikan menanti berbuka puasa.
Saat sudah memasuki adzan ashar, maka sebentar lagi akan masuk waktu untuk berbuka. Sudah sibuk mempersiapakan makanan untuk berbuka. Ada yang mempersiapkan sejak pagi, siang, atau hanya yang apa adanya saja. yang penting bisa berbuka. Sama seperti jodoh. Persiapan apa yang mampu dilakukan untuk menjemputnya. Apakah persiapan terbaik dengan mempersiapkannya sejak kecil, persiapan sejak remaja, atau yang apa adanya saja. tidak memikirkan mau dibawa kemana rumah tangganya nanti. Hanya mengikuti alur-Nya.

Sahabat…. Memang semua sudah Alloh atur dalam kitab-Nya Lauhul Mahfudz tapi tak mau kah kita persembakan yang terbaik untuk sisa-sisa hidup kita dan untuk masa depan kita. Tak maukah kau dapatkan laki-laki sholeh yang akan menuntunmu masuk ke Jannah-Nya. Tak maukah kau menjadi wanita mulia bagi anak-anakmu yang setiap saat meskipun kelak kau tak ada akan selalu dirindukan, dipanggil namanya dan diingat segala pesan baiknya oleh anak cucu mu. Tak maukah kau lakukan yang terbaik bagi dirimu sendiri.

Menanti jodoh layaknya menanti waktu untuk berbuka puasa. Ingatlah firman Alloh, bahwa laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik dan laki-laki yang buruk untuk wanita yang buruk pula.

Tak maukah kau mengecap wangi syurga-Nya bersama keluarga kecilmu nanti. Meski syurga itu hak pemberian Alloh bagi orang-orang yang di Ridhoi-Nya. Tapi, tak maukah kau berusaha untuk mendapatkan Jannah-Nya dengan menjadi orang yang bertaqwa. Tak cukupkah waktumu untuk bersenang-senang selama ini dengan api nerakanya. Tak maukah kau padamkan api itu.

Sahabat…. Hidup memang pilihan. Tetapi, selalu ada pilihan terbaiknya. Kita hanya perlu untuk berani melangkah minggalkan kubangan lumpur itu. Seberat apapun jalan menuju sungai ketaqwaan, percayalah bahwa semua kebaikan tak akan pernah sia-sia.

Menanti jodoh bagaikan menanti waktu berbuka puasa.
Setelah sekian jam kau tahan dirimu dari hawa nafsu untuk tidak makan dan minum. Kini tibalah kau untuk berbuka. Menikmati hasil jerih payah mu dalam menggapai keridhoan-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya. Sungguh lezat bukan rasanya ketika kita berpuasa tulus dan ikhlas untuk menggapai keridhoan Alloh.

Begitulah pulalah rasanya, ketik kau persiapan penantianmu dengan matang. Kau tahan hawa nafsu mu untuk tidak memasukkan yang tak halal bagi hatimu.

Apakah akan sama rasa nikmat itu bagi kita yang pernah terjatuh pada kubangan lumpur dimasa lalu? Tentu. Ketika kau telah niatkan bangkit. Kau jaga dirimu sebenar-benarnya. Kau tutup pintu-pintu hatimu hanya untuk orang yang juga berjuang untuk mendapatkanmu. Maka InsyaAlloh rasanya akan nikmat pula. Bisa jadi lebih lezat. Karena sebuah kesungguhan untuk berubah yang tak mudah itu akhirnya mendatangkan berkah.

Mari kita persiapkan diri agar layak untuk diperjuangan oleh laki-laki yang bertaqwa pada Alloh. Agar kita layak yang cintai oleh laki-laki yang mencintai Alloh.
Agar kita layak sama-sama berjalan di Syurga-Nya Alloh.
Aamiin…

Jangan pernah putus asa dari rahmat-Nya. Terus dan terus belajar. Setiap waktu selalu ada hikmah. Selalu ada jalan pulang jika kita ingat dan percaya pada janji-Nya.

Saya juga sama pernah merasa bimbang. Pernah merasa takut. Akankah ada laki-laki sholeh yang hatinya terpaut pada Alloh akan datang untuk saya.
Saya pun malu ketika ingat pernah terjatuh dalam kubangan lumpur di masa lalu itu. Tapi, apa yang mampu saya perbuat. Marah? Apakah marah akan bisa membuat semua masa lalu itu berubah? Sekarang kita yang pernah jatuh, hanya perlu bersyukur dan ikhlas pada masa lalu itu, bahwa Alloh akan memberikan kita jalan untuk pulang. Masih ridho menunjukan pada kita tempat untuk berbersih diri dari semua lumpur itu. Walaupun tak akan menghilangkan baunya, tetapi jika kau mandi dengan benar. Terus lebih mendekat pada Alloh. Maka bau itu akan berubah menjadi harum. Semuanya akan tesamar. Seakan kau tak pernah jatuh.

Meski memori tak bisa hilang. Tetapi menutupinya dengan kebaikan akan membuat hati tenang.

Percayalah… mari kita sama-sama bangkit. Berjalan, berlari atau merangkak, terserah. Yang penting kita sampai pada telaga taqwa itu. Bersabarlah menanti….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya