CERITA KEHAMILAN PERTAMAKU

 

 Pernikahan adalah awal kehidupan baru bagi sepasang suami istri, dan pengharapan setelah terjadinya ikatan suci itu adalah hadirnya segera seorang anak. Tapi tidak dengan aku. Aku dan suamiku butuh waktu delapan bulan sampai akhirnya aku dinyatakan hamil oleh dokter.

Aku memang tidak memiliki banyak bekal ilmu seputar kehamilan sebelumnya. Jadi aku baru belajar lewat internet saja ketika sudah menikah. Kadang menonton youtube ataupun membaca di website. Salah satunya di https://id.theasianparent.com/

Sebelum positif hamil aku selalu khawatir terjadi masalah kesehatan pada diriku. Karna sudah berbagai cara kami lakukan untuk memperoleh keturunan tapi belum juga kabar bahagia itu datang. Mulai dari mengonsumsi berbagai vitamin dari dokter, sampai mengonsumsi herbal. Tapi Allah Maha Tau yang terbaik. Dia tau saat itu hati dan pikiranku selalu merasa gelisah. Setiap kali telat atau lupa minum vitamin aku langsung was-was. Takut sekali rasanya ketika lupa minum vitamin. Sampai disuatu waktu aku mulai kelelahan dengan jenuh dengan rutinitas ku minumvitamin.

Akupun mulai meninggalkan minum vitamin. Hanya minum madu setiap pagi. Selain untuk menjaga kesehatan, madu murni juga baik untuk kesuburan. Aku mulai menjalani hari lebih santai, tanpa harus khawatir lagi telat minum vitamin.

Setiap pagi aku mulai berolahraga dengan aerobic didalam rumah ataupun jalan santai sambil belanja kebutuhan harian di warung. Sekitar dua bulan aku melakukan hal tersebut, sampai akhirnya tepat di tanggal 05 Agustus 2019 akhirnya Allah memberikan kabar bahagia itu. Aku hamil. Meski waktu itu ukuran kantung kehamilannya masih sangat kecil, tapi aku yakin calon anak didalam rahimku akan tumbuh sehat dan selamat.

Hari-hari aku jalani dengan sangat bahagia. Suamiku mulai protektif. Karna dirumah kami hanya tinggal berdua maka tugasku hanya memasak saja, sisanya suamiku yang melakukan. Kami mulai banyak bermimpi tentang calon anak kami. Mencari nama-nama yang baik untuknya kelak. Dan mulai merencanakan banyak hal.

Diakhir bulan Agustus kami kembali memeriksakan kandungan ku ke dokter. Rasanya campur aduk menunggu nomor antrian. Antara keyakinan dan rasa takut. Yakin kalau dia akan tumbuh baik-baik saja, dan takut bila ternyata dia tidak berkembang.

Karna antrian malam itu tidak terlalu banyak, kami pun bisa segera masuk kedalam ruang pemeriksaan. Syukur alhamdulillah, aku tidak bisa mengungkapkan bagaimana rasa bahagia itu ketika dokter menyampaikan bahwa pertumbuhannya sangat baik dan detak jantungnya pun sudah bisa terdengar. Rasanya ingin aku menitikan air mataku saat itu juga. Tapi aku menahannya karna malu.

Setelah itu, kami berkonsultasi dengan dokter dan membuat janji untuk konsultasi dua bulan lagi seperti yang dokter sarankan, di bulan November. Kami pun pulang, dan diparkiran aku lihat suamiku menyeka air matanya. Dia berkata padaku bahwa dia sangat senang dan terharu. Kami pulang dengan hati yang sangat bahagia.

***

Hari demi hari aku lalui dengan mencari banyak informasi seputar kehamilan dan tumbuh kembang janin dalam kandungan.  Salah satunya cara untuk mestimulasi otak anak dalam kandungan dengan membaca buku. Referensinya aku dapatkan dari https://id.theasianparent.com/cerita-dongeng.

Karna aku seorang muslim, maka referensi buku yang aku baca hanya seputar islam. Sebab, tujuan utamaku adalah menciptakan anak-anak yang kelak paham dan suka dengan agamanya sendiri. Ini juga ku adopsi dari beberapa cerita para mums yang sudah berhasil mengaplikasikannya.

Maka setiap pagi setelah subuh aku selalu membacakan terjemahan al-quran sebanyak satu halaman, dan kadang juga disiang harinya aku bacakan Sirah Nabawiyah (Cerita Rasulullah Muhammad). Walaupun katanya janin usia dibawah empat bulan itu pendengarannya belum terlalu baik. Tapi aku yakin meski seperti sayup-sayup angin, didalam sana dia bisa mendengar dan merasakan apa yang aku lakukan untuknya.

***

Memasuki usia kandungan 11 minggu aku sudah tidak merasakan lagi morning sickness yang parah. Semuanya perlahan membaik. Namun tidak dengan kondisi janinku. Tepat empat hari setelah satu tahun pernikahan kami, yaitu tanggal 25 september 2019 aku harus menerima kenyataan pahit. Aku harus kehilangan janin yang selama ini aku harapkan kehadirannya.

Itu berawal ketika beberapa hari sebelumnya aku merasa sangat gelisah. Tidak bisa tidur. Dilanjutkan setelahnya aku merasa pinggangku sangat sakit. Tapi, aku tidak tahu apa-apa. Karna ini adalah kehamilan pertamaku. Aku pikir itu hanya sakit biasa yang memang sering dialami setiap wanita hamil. Maka dari itu aku masih bisa jalan keluar rumah, main bersama tetangga dan masih memasak untuk suamiku. Suamiku pun meyakinkan aku bahwa itu mungkin suatu hal yang  normal.

Tapi pagi ditanggal itu, aku merasakan sakit yang amat parah ketika hendak buang air kecil. Sampai rasanya napasku mau berhenti menahan sakitnya. Lalu aku lihat ada bercak yang aku sendiri ragu, apakah itu bekas keputihan atau darah. Karna warnanya sudah tidak terlihat dan hanya sedikit. Aku ceritakan pada suamiku sambil menahan gejolak didada. Tapi suamiku menguatkan aku dan mencoba membantuku berpikir positif. Katanya mungkin itu hanya bekas keputihan saja. Aku pun berusaha tenang.

Pagi harinya aku masih sempat memasak, dan masih sempat pergi keposyandu untuk periksa kandungan. Aku tidak curiga apapun ketika bidan berkata kalau detak jantungnya belum bisa terdengar, karna kata para tetangga yang sudah lebih berpengalaman detak jantung itu terdengar ketika usia kandungan lima bulan jika kita periksa di posyandu. Sedangkan saat itu usia kandunganku baru tiga bulan saja.

Aku pulang kerumah. Merasa sangat letih. Dan disela-sela istirahat itu aku merasa seperti ada cairan yang keluar dari miss v ku. Aku cek ke toilet, dan ternyata begitu banyak lender plek coklat seperti awal biasa aku akan menstruasi, dan ada sedikit bercak darah segar. Aku panik. Aku telpon suamiku dan menceritakan apa yang aku alami. Aku hancur, walaupun tetap berusaha berpikir baik, kalau semua akan baik-baik saja. Tapi aku tidak bisa membohongi hatiku kalau ternyata aku merasa sangat takut.

Setelah dzuhur aku diantar teman periksa kerumah sakit. Tapi karna jam pendaftarannya sudah tutup, aku pergi ke IGD. Berharap bisa segera ditangani. Tapi saat itu bukannya pelayanan yang aku dapatkan, tapi kata-kata yang meremehkan. Aku tau mungkin perawat itu sudah lebih banyak pengalamannya dari aku yang hanya baru kali itu hamil. Tapi bagiku bukan seperti seharusnya dia berkata. Karna tidak semua orang keadaannya sama dan bisa di generalisir.

Perawat itu memanggilku, aku pikir dia akan mengecek tekanan darah ku atau semacam yang kemudian dilanjutkan dengan pengobatan. Tapi aku salah. Dia malah bertanya sebanyak apa darah yang keluar? Sampe berapa kali aku ganti pembalut? Lalu aku menjawab tidak sampai ganti pembalut. Dan perawat itu pun berkata lagi kalau tidak sampai ganti pembalut berarti ngga banyak. Dia pun menyuruh aku pulang dan pergi ke klinik praktek dokter kandungan tanpa ada pemeriksaan apapun. Karna di IGD menurutnya hanya bisa dilayani kalau ada rujukan dokter. Aku pun pulang dengan kecewa. Entah aku yang memang salah dan dia yang benar. Yang aku rasakan hanya rasa kecewa karna seakan kondisiku tidak terlalu buruk dan tidak perlu khawatir.

Aku mencari rumah sakit lain, tapi ternyata dokternya sedang tidak ada. Akhirnya aku menunggu hingga lepas maghrib dirumah. Hanya berbaring dengan cemas. Semoga semua baik-baik saja.

Malamnya, aku pergi ke klinik dokter kandungan yang biasa aku periksa. Dan ternyata janin dalam kandunganku gerakannya tidak terlalu aktif. Kata dokter, harusnya dia sangat aktif. Hatiku hancur. Takut sekali. Lalu dokter memberiku surat rujukan untuk dirawat dirumah sakit malam itu juga.

***

Sudah dua hari tiga malam aku dirawat, tapi tidak ada perubahan apapun. Masih sering ada flek yang keluar, walaupun hanya sedikit. Lalu, dokter merencanakan untuk dilakukan USG. Karna fleknya tak kunjung berhenti. Aku yang lemas menahan rasa sakit diperutku, belum lagi harus  menahan sakitnya ditusuk jarum infus dipapah menuruni tempat tidur dan kemudian duduk diatas kursi roda untuk menuju ruang dokter.

Saat sampai diruang dokter aku langsung diperiksa. Dan mimpi buruk itu jadi nyata. Dari hasil pemeriksaan dinding rahimku yang bagian bawah sudah membentuk cekungan kecil. Kata dokter itu yang membuatnya tidak bisa berharap dan melakukan apapun. Dokter hanya memberi kami pilihan menunggu janinnya keluar sendiri atau dipaksa dengan memasukan obat kontraksi.

Aku terpukul. Sepanjang perjalanan dari ruangan dokter ke kamar aku hanya bisa diam. Tidak bisa berpikir. Seakan waktu berhenti dikata-kata dokter tadi dan layar monitor itu. Sesampainya dikamar rawat aku masih belum bisa berpikir. Suamiku bertanya tindakan apa yang harus kami ambil. Aku yang masih berharap calon anak kami bisa diselamatkan hanya bisa menangis. Begitu juga suamiku. Meski semua kelurga menyarankan kami mengikhlaskannya saja demi keselamatanku, tapi tetap saja hatiku belum bisa menerima.

Saat semua orang sudah menyerah, aku masih berusaha yakin bahwa dia akan baik-baik saja. Sampai pada titik aku berusaha ikhlas. Dan aku berbisik lirik kepada dia yang ada didalam rahimku “Nak… ummi ikhlas. Kalau emang kamu harus pergi. maafin ummi yak nak. Ummi sayang sekali sama kamu. Maaf ummi egois. Ummi ikhlas nak…”. Tak berapa lama pinggangku langsung sakit. Aku meminta suamiku memanggil suster dan memutuskan untuk menggunakan obat kontraksi saja untuk membuka jalan lahirnya. Meski hatiku sangat hancur, tapi aku tahu Allah tidak pernah salah. Mungkin belum saatnya aku bertemu dengannya didunia nyata. Aku memeluk suamiku dengan erat. Berusaha benar-benar ikhlas dengan pilihan ini. Dia pun langsung keluar meninggalkan aku dan memanggil suster. Dia mengurus semua keperluan rumah sakit ku sendiri. ditengah rasa sedihnya, dia berusaha tetap menjadi yang terbaik dan bisa diandalkan.

***

Setelah dimasukan obat kontraksi lewat jalan lahir, aku merasakan sakit yang amat sangat. Sampai aku tidak bisa tidur semalaman. Mendekati subuh Darah segar mulai keluar begitu banyak setiap kali aku bergerak. Rasa sakit itu semakin kuat, dan darah pun semakin banyak. Ketika subuh aku dipindahkan ke ruang persalinan sambil menunggu dokter visit ke ruangan.

Aku pikir rasa sakitnya akan berakhir, tapi ternyata bidan memasukan lagi obat kontraksinya. Karna menurutnya belum terjadi pembukaan. Maka saat itu aku merasa nyawaku akan hilang. Sudah terlalu banyak darah keluar. Untuk bangun dari tempat tidur saja sudah sangat susah karna kepalaku pusing dan tubuhku lemas. Bahkan membuka mulut untuk makan pun aku sudah tidak sanggup walaupun perutku terasa perih dan lapar.

Diruangan itu waktu berjalan seperti sangat lama. Aku sudah tidak tahan lagi dengan sakit yang aku alami. Ditambah setiap kali mendengar bayi yang baru dilahirkan hati kami terasa runtuh kembali.

Semua yang datang diruangan itu menahan sakitnya melahirkan, tapi terbayar dengan hadirnya seorang buah hati. Dan aku disana hanya bisa merasa sakitnya melahirkan, tapi untuk mengeluarkan janinku yang sudah tidak bernyawa lagi. Tapi aku harus kuat bukan?

***

Kurang lebih jam 10 pagi dihari senin akhir bulan September. Aku juga harus mengalami operasi kuretase, karna janinnya ternyata masih tertinggal didalam Rahim. Dan yang keluar selama beberapa jam tadi ternyata hanya darah saja. Aku pikir janinku sudah hancur, tidak bisa berbentuk lagi.

Operasinya berjalan sangat singkat. Aku tidak merasakan apapun karna ternyata aku mendapat bius total. Setelah tersadar aku dibawa ke kamar rawat ku. Rasanya lega. Tidak ada sakit lagi disekujur tubuhku, yang tersisa hanya ngilu bekas sisa-sisa kontraksi tadi di bagian kaki. Dadaku pun mulai sedikit ringan walaupun kadang masih ada rasa sedih. Diruangan itu suamiku memperlihatkan sebuah botol kecil yang berisi calon anak kami yang masih sangat kecil. Terimakasih ya Allah… aku pikir dia suka hancur bersama darah dan tidak berbentuk lagi. Tapi ternyata aku masih bisa melihanyat. Gumamku dalam hati. Kupeluk erat botol yang berisi janin mungil itu.

Keesokan harinya aku sudah boleh pulang ke rumah. Dengan hati yang sedikit sudah lega aku berusaha merekahkan kembali senyumanku. Meyakinkan hati bahwa allah tidak mungkin mengecewakan kami. Entah, bagaimana perasaan suamiku. Dia hanya terlihat tegar ketika dihadapanku. Tidak banyak bicara. Seakan dialah yang paling kuat dengan ujian ini. Hanya Allah yang tau. Dan dia-lah yang selalu ada untuk menguatkan dan meyakinkanku bahwa akan ada hadiah besar ketika kami benar-benar ikhlas dan sabar. Aku juga berusaha untuk tidak menyalahkan apapun. Baik keadaan, takdir, bahkan diriku sendiri. Meski sering kali aku juga merasa bersalah karna tidak mampu menjaganya. Ditambah omongan orang lain yang tidak pernah tau keadaan sebenarnya. Yah… mungkin itulah sedikit rasa yang akan dialami setiap wanita  ketika dia harus kehilangan anaknya.

Terimakasih untuk suamiku yang tidak pernah lelah dan aku mohon jangan pernah lelah untuk mendengarkan keluh kesahku, atau harus menyaksikan air mata rinduku kepada dia yang sudah tiada. Dan jangan pernah lelah memberiku nasihat cintamu.

Terimakasih mama dan mama mertuaku, kakak-kakak iparku, sudah menguatkan. Dan mereka diluar sana yang sudah mensupportku lewat doa dan kisahnya.

Terimakasih suster yang sudah merawatku selama dirumah sakit.  Terimakasih selalu mesupportku dan berusaha membuatku tidak down meski atau paham sekarang suster pasti tau kondisi ku sebenarnya sebelum dokter memvonisku.

Terimakasih Allah telah mengajarkan banyak hal untuk aku dan suamiku. Semoga dengan semua ini kami bisa lebih baik. Bisa semakin kuat. Sekarang giliranku untuk seutuhnya bangkit dan memulai kembali semuanya. Agar Allah ijabah doa kami segera untuk kembali dititipkan para malaikat kecil. Semoga kelak akan ada banyak meedima yang menemani kami dihari tua nanti. Rabbihabli Minash Shaalihin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya