Jangan Ikutan Becanda Ya Allah

Aku masih setengah sadar ketika seseorang datang mengetuk pintu rumahku. Aku hanya berbaring bermalas-malasan meski ketukan pintu itu berulang kali terdengar. Adikku yang sejak tadi asik duduk di ruang televisi terdengar menyaut dan krek. Bunyi pintu terbuka.

Assalamualaikum. Kata seseorang yang tak asing suaranya ditelingaku

Waalaikumsalam. Om. Sahut adikku. Yah benar, tidak salah lagi. Itu suara Om Adam, saudara jauh keluarga Ayah.

Ayah mu ada, Vin? Tanya Om Adam pada Kevin, adikku.

Lagi dibelakang Om. Sebentar yah dipanggil dulu. Kata adikku sambil berlalu meninggalkan ruang tengah. Bayangan tubuhnya terlihat dari balik pintu kamarku yang tidak tertutup rapat. Aku masing enggan beranjak dari pembaringan. Terdengar suara Ayah yang menyapa Om Adam. Mereka saling bertukar kabar. Menanyakan keadaan keluarga satu sama lain.

Tumben dateng kesini kok ngga ngabarin sih, Dam? Kata Ayah

Iya ka. Dadakan soalnya. Kata Om Adam. Tanggal 14 besok Rio mau nikah ka. Jadi maksud saya datang kesini mau ngundang Ka Sholeh sekeluarga buat turut hadir dipernikahannya Rio. Acaranya juga dadakan. Karna permintaan keluarga perempuan. Jelas Om Adam pada Ayah.

Oh. Alhamdulillah kalau emang Rio sudah mau menikah. Siapa calonnya? Tanya Ayah lagi

Temennya waktu SMP dulu. Kemarin ada acara reunian sekolah. Mereka ketemu disana. Anaknya Pak Hasan gurunya Rio waktu SD. Yah, engga sengaja ketemu. Terus tiba-tiba bapaknya dateng silaturahim ke rumah. Nanya ini-itu. Akhirnya yah menawarkan anaknya. Karena ada yang sudah berniat baik jadi ngga bisa nolak. Alhamdulillah Rio juga setuju. Jelas Om Adam lagi.

Pembicaraan itu terus berlanjut kesana kemari. Aku yang sejak tadi tetap berbaring di tempat tidur, mendengarkan pembicaraan mereka dari dalam kamar yang tidak jauh jaraknya dari ruang tengah. Aku menahan sesak. Menahan kecewa. Menahan gelisah. Ingin menjatuhkan air mata tapi seakan ada yang menahannya. Teringatan candaanku beberapa waktu lalu yang hanya terucap dalam hati, bahwa Ka Rio dan keluarganya akan datang ke rumah saat acara keluarga besar nanti. Hari yang paling aku tunggu. Dalam harapku, dia datang dengan menyambut belahan hati yang sudah dicurinya sejak dulu.

Ka Rio adalah teman bermain ku sejak kecil. Semenjak aku bisa berlari kesana kemari dengan lincah hingga aku tumbuh menjadi seorang anak remaja. Tetapi setelah itu aku sudah tak begitu dekat dengannya. Dia yang usianya dua tahun lebih tua dariku tetap saja memiliki jenjang permainan berbeda. Dia mulai asik bermain dengan teman sebayanya dan aku mulai sibuk dengan tugas sekolah, esktarkulikuler wajib di sekolah dan teman-teman.

Ketika Ka Rio lulus dari SMA, dia melanjutkan studinya keluar kota. Intensitas kami untuk berkomunikasi semakin berkurang. Terakhir dua tahun lalu, aku bertemu dengannya ketika aku dan keluarga ku berkunjung ke rumahnya. Saat itu aku baru saja duduk dibangku kuliah. Tapi komunikasi kami tidak memiliki banyak arti. Hanya bertegur sapa ketika aku baru saja tiba di rumahnya. Setelah itu hanya aku yang sekali dua mencuri pandang padanya yang saat ini mulai berubah. Bukan lagi seperti Ka Rio yang aku kenal saat kecil dulu. Jarak sudah membuat kami semakin menjauh.

Harapanku memang menjadi kenyataan. Om Adam, Papa dari Ka Rio datang. Tapi bukan untuk hal yang ku inginkan tetapi untuk memberikan undangan pernikahan anaknya dengan wanita yang sudah dipilih-Nya.

Ya Rabbi
Inikah jawaban-Mu
Apa maksudnya ini?
Apa Kau tak mau aku mengharap padanya dan memilihkan yang lain untukku? Atau Kau ingin aku menetapkan pilihan pada satu orang saja.
Apa Kau ingin aku fokus untuk studiku?

Ya Rabbana
Jika memang Kau ingin aku fokus studi, maka aku akan lakukan.
Jika Kau ingin aku setia pada satu orang, maka itu pun akan aku lakukan.
Namun, jawaban-Mu yang begitu cepat ini membuatku gelisah sekaligus bahagia.
Gelisah karena aku takut Kau menganggap aku tak percaya pada-Mu karena aku sering meminta-Mu ini itu. Seakan mendikte-Mu.
Bahagia karena jawaban ini membuatku tak harus gelisah mengharap.
Please Jangan ikutan becanda ya Allah. Berikan aku keyakinan supaya akupun tak becanda lagi. Pintaku dalam hati.

Tiba-tiba handphone ku bergetar, tanda bahwa ada pesan masuk. Langsung ku ambil dan ku buka isi pesannya. Dari Ka Ayu temanku di kampus.

Allah tak menerim selain doa yang tulus. Allah tak menerima doa orang yang melakukannya karena hanya ingin didengar atau dilihat orang lain. Juta tak menerima doanya orang yang main-main dan lalai, selain doa dari mereka yang hatinya teguh. (Abdullah bin Masud)

Aku terhenyak. Rasanya seperti mendapat teguran hebat. Mungkin harapan itu bukan main-main dan tulus dari hati. Makanya Allah menjawabnya dengan cepat. Agar aku tak mengharap. Agar aku fokus pada pilihan-Nya bukan pilihanku.

--Siti Sukaesih--
(MoEs)
14.07.16
#CeritaRamadhan1437H
#AntaraSenja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya