SEJUTA CINTA #Pergi

Pooooooonnnggggg…….
Dregdeg…. Dregdeg….. Dregdeg…..
Bunyi cerobong kereta api itu terdengar sangat nyaring. Gesekkan besi baja kereta terdengar seperti lantunan irama pengisi kesunyian. Dari balik jendela kulihat jarak semakin jauh memisahkan. Semua keputusan yang sudah kuambil tak bisa lagi dikembalikan. Aku harus bertanggung jawab atas setiap jalan yang ku tempuh, dan harus ku buktikan bahwa aku mampu terus berdiri dengan kaki ku.
Setiap penumpang dimohon mengeluarkan tiket yang sudah dibeli untuk diperiksa petugas. Selamat menikmati perjalanan. Terima kasih.
Bunyi yang keluar dari pengeras suara itu membangunkan ku dari lamunan. Ku ambil tiket yang tersimpan rapi dalam kantung jaket tebalku. “Bisa saya lihat tiketnya mba?” tanya salah seorang petugas kereta itu dengan sopan. Aku mengulurkan tanganku, memberikan tiket padanya. “Terima Kasih. Selamat menikmati perjalanan anda.” Ucap lagi sang petugas dengan senyum manisnya sambil mengembalikan tiket yang sudah diperiksanya tadi.
Entah sudah berapa lama aku memimpikan hal ini. Terus memikirkannya dalam ruang hampa yang bernama hayalan. Kini aku benar-benar merasa dekat dengan mimpi itu. Meski harus ku relakan semuanya pergi. Aku berusaha sekuat hati mengikhlaskannya demi mendapatkan apa yang aku inginkan.
Aku ingin bisa terbang bebas seperti burung di atas sana. Berkeliling ke tempat mana saja yang mereka mau. Hinggap dari satu pohon ke pohon lain. Bisa menikmati indahnya matahari terbit dan terbenam dari atas sana. Berdekatan dengan awan.
Kriiing…. Kriiiing…..
Terdengar dering handphone dari dalam tas ku. Itu tanda panggilan masuk. Ahh… siapa pula yang tiba-tiba menelpon. Tanya ku dalam hati. Ku ambil tas kecil disamping ku, ku buka kancingnya dan ku ambil benda mungil berwarna putih itu. Ku perhatikan nama yang tertera disana, Rizky. Itu jelas sekali dari adikku, Rizky Pratama.
“Assalamu’alaikum….” Kata ku
“Wa’alaikumsalam….” Jawab adikku. “Ka !!! Kakak kenapa sih ngga bisa pikirin semuanya. Kita kan bisa omongin semua ini. Ngga perlu dengan cara kaya gini. Kasian Umi sama Abi, ka. Kita bisa…”
“Dek…. Kamu ngga ngerti. Kakak lakuin ini semua bukan Cuma buat kebaikan Kakak, tapi juga kalian. Kakak ngga ada maksud apa-apa. Kakak Cuma mau mencari apa yang selama ini hilang. Tolong kali ini aja biarin  kakak sendiri, kakak janji setelah ini kakak akan pulang. InsyaAllah ini ngga akan lama. Kamu jaga Umi sama Abi yah. Assalamu’alaikum….” Ku tuturkan sedikit penjelasan itu dan langsung ku matikan handphone ku.

Butiran hangat itu kembali mengalir deras tak mampu ku bendung. Tidak tahu apakah jalan ini benar atau salah. Tetapi aku tak mau menyesal karena tak pernah mencoba. Aku butuh waktu sendiri. yah, sangat butuh waktu untuk sendiri. Meski aku tak tahu harus kemana, ku biarkan langkah ini berhenti pada tempat yang di takdirkan-Nya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk ayah dan ibu tercinta (Renungan)

Aku Takut Jatuh Cinta Lagi

Hati Itu Milik-Nya