Khadijah Ku #Pernikahan Impian
Bunyi aduan piring, sendok, garpu, panci, dan
alat-alat lain sudah menghiasi rumah sejak dua hari lalu. Semua sibuk melakukan
ini itu. Menyusun kursi, mengganti seprai di kamar, membersihkan jendela,
mengganti gordeng, memotong rumput di tanam, dan banyak hal lainnya. Rumah sudah
seperti pasar ikan. Banyak orang lalu lalang kesana kemari. Aku hanya bisa
memperhatikan. Mereka sama sekali tak mengijinkan ku untuk bekerja. Aku hanya
ditugaskan duduk menunggu sanak saudara yang datang jauh dari kampung halaman
ayah di sumatera. Hanya tinggal menghitung jam gema janji suci itu akan
menghiasi rumah ini. Malaikat akan turun berbondong-bondong untuk mengaminkan
setiap harapan dan doa yang terpanjatkan kehadirat-Nya. Beberapa sahabat ku
sudah hadir sejak tadi pagi ikut mempersiapkan banyak hal. Termasuk merapikan
gaun pengantin, mendesain kamarku, dan yang paling penting mereka
menyemangatiku agar tidak gugup menghadapi hari esok.
Dalam sunyinya malam aku bentangkan sajadah untuk
menghadap pada Sang Maha Kuasa. Aku laksanakan sholat qiyamul lail untuk
meminta kemudahan pada-Nya. Hati yang gelisah dalam pengharapan.
Ya Rabb….
Semua takdir yang
terjadi pada kehidupan hamba-Mu semua sudah sesuai dengan keridhoan-Mu. Esok
adalah hari paling besar dalam hidupku. Aku mohon kemudahan-Mu untuk semuanya.
Ketenangan untuk hati kami.
Ku lanjutkan doa itu dengan lantunan firman-firman-Nya
hingga pagi menjelang.
***
“Lis, kamu kok
belum siap-siap. Keburu keluarganya Fatah datang.” Kata mama ketika beliau masuk ke dalam kamar ku. Aku yang
masih duduk bersimpuh diatas sajadah segera berdiri.
“Iya ma. Ini Lisa
udah selesai kok. Tadi dhuha dulu.”
Jelasku pada mama
“Yaudah. Cepet.” Kata mama lagi kemudian menutup pintu kamarku.
Tak berapa lama Adinda dan Puteri masuk ke kamarku
sambil membawa gaun pengantin dan alat make up. Tugas mereka selanjutnya selain
sebagai penyemangat juga untuk membantuku memake over diri.
Tepat pukul sepuluh pagi keluarga Fatah sudah datang. Dari
dalam kamar aku dapat mendengar keriuhan yang terjadi diruang tengah. Aku semakin
gugup.
“Duh… Diluar
berisik banget yah Put. Kasian nih pengantin yang suka gugupan ini.” Kata Adinda meledek ku. Dia memang teman dekatku sejak
dulu. Jadi sangat tahu bagaimana kekuranganku.
“Ih.. Dinda… jahat
banget sih. Aku tambah gugup beneran nih.”
Kataku kesal. Puteri hanya tertawa melihatku dan Dinda.
“Hus.. udah ah. Nanti
make upnya luntur kalau kamu cemberut gitu.”
Kata Puteri menenagkan.
Aku bersama kedua sahabatku hanya menunggu didalam
kamar. Mereka terus menghiburku agar aku tidak gugup. Dari dalam sini sangat
jelas terdengar apa yang sedang mereka lakukan. Harap-harap cemas. Dalam ringkihnya
hati, ku lantunkan asma-asma-Nya. Aku tahu, Fatah pasti merasakan hal yang
sama. Gugup.
Saya terima nikah
dan kawinnya Delisa Amanda Putri binti Muhammad dengan mas kawin tersebut
dibayar tunai. Kata-kata itu dengan
lantang diucapkan oleh Fatah. Semua orang mengucap syukur.
“Allahu Akbar.” Kataku sambil bersujud meneteskan air mata. Kedua sahabatku
merangkul dan memeluk ku. Mereka menagis bahagia. Begitu pula dengan diriku.
“Alhamdulillah
Lis, sekarang setengah agama mu sudah lengkap tinggal kau lengkapi lagi dengan
akhlakmu.” Kata Puteri sambil
memelukku erat.
“Makasih Put. Makasih Din” Kata ku
Mama mengetuk pintu kamarku dan memintaku untuk keluar
menemui lelaki yang saat ini sudah sah menjadi suamiku. Menjadi imam untuk sisa
hidupku kedepan. Menjadi penyempurna bagi agamaku.
Aku didampingi Adinda dan Puteri langsung turun menuju
ruang tengah. Disana aku melihat Fatah yang gagah berdiri dengah pakaian serba
putih dan kopiah. Fatah menghampiriku.
“Kita sholat Sunnah
dulu yah. Sebegai tanda syukur pada Allah karena sudah mempermudah semua jalan
ini.” Kata Fatah
“Iya.” Kataku
Kami langsung menuju musholla yang terletak disamping
rumah. Musholla itu memang sengaja ayah buat agar kami selalu bisa sholat
berjamaah atau ketika ada tamu datang dan belum melaksanakn sholat bisa sholat
disana. Karena jarak rumah kami jauh dari masjid. Aku dan Fatah
kemudian melaksanakan sholat Sunnah mutlak. Setelah sholat dan berdoa kemudian
dia membalikkan badannya menghadapku. Aku sangat gugup dan hanya mampu
menundukkan pandanganku.
“Dik… InsyaAllah
aku akan menjadi yang terbaik untukmu. Mengusahakan semuanya untuk
kehidupan kita. Bantu aku agar mampu menyelamatkanmu dan keluarga kita dari api
neraka-Nya.” Ucap Fatah lirih
“InsyaAllah.” Kataku sambil menggenggam erat tangan Fatah.
---Siti Sukaesih---
Hari ke-14
28.6.16
My Campus
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah
Hari ke-14
28.6.16
My Campus
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah
Komentar
Posting Komentar