Khadijah Ku #4
“Haha… Akhi, antum
ini lucu sekali. Sudah berapa lama sih antum ngaji bareng ana. Tapi masalah
seperti ini antum masih ragu. Padahal baru beberapa hari ana cerita masalah
seperti ini. Perkara pernikahan itu janganlah dipersulit dengan perspektif
antum itu. Kalau antum masih berpikir seperti itu. Itu tandanya antum memang
tidak siap. Lelaki yang memang siap menikah dan mengemban tanggung jawab tidak akan pernah mundur dengan masalah duniawi. Setidaknya lelaki yang sholih
dan siap menikah itu akan berusaha mencari jalan, bukan malah terkurung dalam
pikiran yang tidak masuk akal seperti antum. Ana mau tanya, ada berapa rukun
nikah?”
“ehm… Ada lima
ustadz.”
“Coba sebutkan apa
saja.”
“Kedua mempelai,
saksi, ijab qabul, mahar, wali.”
“Nah itu antum
ngerti. Lalu, bagian mana yang sulit menurut antum. Jika antum serius menyukai
gadis itu seharusnya antum yang sudah belajar agama menyegerakan saja. tidak
usah menunggu lama. Karna semakin lama perasaan itu antum pendam maka hanya
akan membuat penyakit dalam hati antum. Akhi, bahkan seorang yang shalih
sekalipun tidak mampu menjamin dirinya terlepas dari godaan setan, dan apalah
arti diri kita yang baru ngaji.”
Kembali, aku hanya bisa diam mendengar penjelasan
Ustadz. Memang tak ada alasan logis yang ku utarakan. Mungkin memang aku belum
siap atau ini cara setan mengaburkan semua niat agar pernikahan yang
mengguncang Arsy itu tidak pernah terjadi. Aku tertunduk sedalamnya, dalam
hatiku merintih. Bertanya harus harus bagaimana.
“Sekarang semua
keputusan ada ditangan antum.”
Kata Ustadz Herman “Kalau ana boleh tahu,
siapa perempuan itu?” Lanjutnya
“Ana malu ustadz.
Ana takut. Seperti yang sudah ana jelaskan, bahwa gadis itu sedang ta’aruf
dengan teman ana. Ana tidak mungkin menikam teman ana sendiri ustadz. Lagi pula
ana juga tidak tahu apa perasaan gadis itu pada ana.” Jelasku
“Jadi, masalahnya
bukan lagi karena antum takut dan masalah teman antum itu. Tapi juga masalah
antum ngga berani mengambil resiko?”
“Bukan begitu
Ustadz. Tapi….”
“Antum boleh
pulang. Sudah malam.”
Aku terperanjat saat Ustadz Herman memintaku
untuk pulang kerumah. Seakan beliau
sudah lelah menasehatiku.
“Kenapa bengong?
Ana belum selesai bicara. Antum silahkan pulang, minta doa orangtua, ambil
wudhu, lalu sholat Sunnah dan tilawah. Minta petunjuk dan penguatan hati pada
Allah. Takutnya dari tadi antum mengelak terus karena seetan telah mengaburkan
hati antum. Minta pada Allah. Dia yang Maha Pemilik Hati, yang akan membolak
balikkan hati antum, yang Maha Baik rencana-Nya, minta pada Allah supaya Dia ridho antum berjodoh dengan perempuan itu atau apabila bukan wanita itu maka akan ada wanita lain yang terbaik yang Allah siapkan.”
Dengan senyum khasnya, Ustadz mengakhiri pembicaraan malam ini. Aku berpamitan
untuk pulang.
Sepanjang perjalanan aku terus meneguhkan hati.
Berusaha mencerna setiap kata demi kata yang Ustadz tuturkan. Bertanya kedalam
hati.
---Siti Sukaesih---
Hari Keempat
Jannatul Kost
18.6.16
#TantanganHujanKarya1437H
#muslimah
Komentar
Posting Komentar