Ini Tentang Mengikhlaskan
Ikhlas
itu bab paling tinggi dalam kehidupan. Sebab tidak semua orang mampu
melakukannya. Ikhlas itu ketika sabar
berpadu dengan ketaatan. Meski sakit tetap harus tegar.
aku harus mengikhlaskanmu itulah kata yang selalu kuucapkan dalam hatiku, dalam tiap doaku,
disetiap waktu ketika tiba-tiba kau hadir dalam pikiranku. Memang tidak semudah
itu mengikhlaskan meski sedikitpun kau memang tak pernah memberikan harapan
apapun padaku.
Cinta…
meski aku belum mengerti benar makna sebuah cinta tapi aku memutuskan aku
mencintaimu. Mencintai karena pribadimu. Mencintai karena ceritamu. Walaupun
aku belum terlalu mengenalmu.
Banyak
hal yang janggal ketika aku hanya bisa berkata “mungkin” dan “meski”, sebab
memang aku tidak mengenalmu sama sekali. Kita hanya diijinkan Allah bertemu
dalam waktu yang sangat singkat, dan untuk urusan sebuah dakwah. Tidak lebih.
Dan mungkin hanya aku yang melihat kearahmu saat itu, tetapi kau tidak.
Hari
pertama kita bertemu, aku sungguh tak melihat kearahmu. Kali kedua, aku pun
masih tak berani melihat kearahmu, aku hanya melihat ke arah anak-anak. Dan
untuk kali ketiga tak sengaja aku menatap wajahmu, sebab kau tiba-tiba
memanggilku.
Mungkin bagimu semua biasa
saja, tapi tidak bagiku. Mungkin hanya aku yang merasakan, sedang kamu tidak.
Kamu…
tanpa aku sadari masuk kedalam hatiku. Membuat aku tidak tahu harus berbuat
apa. Dan saat pilihan itu datang, aku sebenarnya ingin mengikhlaskanmu pergi.
aku berusaha menetralkan hatiku, meminta pendapat kedua orangtuaku tentang
pilihan itu, dan aku memilihmu. Ikhtiarku berjalan mencari jawaban, dan aku
akhirnya tahu bahwa telah ada wanita lain yang lebih dahulu menghuni hatimu.
Ada seseorang disana yang telah kau janjikan akan kau nikahi dan masih
menunggumu dengan setia. Saat aku mendengar kabar itu, seperti aku yang biasa,
aku hanya bisa diam, berusaha terus tersenyum pertanda aku mengerti dan paham
betul. Meski disudut hatiku ada goncangan besar yang berusaha sekuat mungkin
aku tahan. Aku berusaha untuk tidak menangis, aku berusaha mengikhlaskanmu. Pun
terus berusaha tetap bahagia, hingga akhirnya keluar pernyataan dari salah
seorang sahabatku “saat aku mendengar
kabar tadi, aku mungkin tidak akan sekuat kamu.” dengan benteng pertahan
yang mulai rapuh, aku sadar bahwa aku harus menumpahkan setiap patahan hati
itu. Setidaknya aku bisa mengurangi sedikit beban diatas pundakku.
Aku
harus mengikhlaskan dan berusaha membuka hatiku suatu hari nanti untuk orang
lain. Yah… suatu hari nanti akan ada seseorang pilihan-Nya yang akan datang.
Saat ini aku hanya perlu membersihkan namamu dalam hatiku agar tak ada harapan
dan luka lagi setiap kali aku mengingatmu. Sebab, aku tak hanya ingin bermimpi.
Karena bermimpi hanya semakin membuatku sakit sebab aku tak mampu
menggenggamnya.
Ini
tentang aku yang ingin mengikhlaskanmu pergi.
Komentar
Posting Komentar