Kehilangan bagian 2
Meski aku belum
bisa mengerti banyak hal, tetapi aku selalu tahu apa perasan orang-orang yang
aku cintai. Papa sudah lebih dulu Tuhan panggil menghadap-Nya, dan meski aku
tidak mampu menerima semua itu, aku selalu berusaha menjadi kuat.
“Oma, kapan bunda dateng jemput aku?” Kata ku
“Oma ngga tahu sayang, kapan mamamu bisa sembuh.
Padahal kejadian itu sudah lewat tujuh tahun lamanya.” Kata oma sambil menyeka ujung matanya. Aku memeluknya
erat. Sejak kecelakaan itu terjadi bunda belum bisa menerima kenyataan. Bahkan
sampai aku lulus dari bangku sekolah dasar bunda masih sama. Aku tidak tahu
persis bagaimana keadaannya, aku hanya tahu dari kabar yang dibawa oma setelah
mengunjungi bunda di rumah sakit. Meski oma tidak pernah berkata jujur padaku
tentang keadaan bunda, tapi aku tahu bundaku belum baik-baik saja.
Tujuh tahun sudah
semuanya berlalu. Meski aku memiliki oma yang selalu mencurahkan rasa sayangnya
kepadaku, tetap saja aku merindukan kehadiran orangtuaku. Papa sudah pergi, dan
bunda pun harus pergi meninggalkan aku. Terkadang aku tidak mampu membendung
lagi perasaan rindu itu, setiap kali aku lihat teman sebayaku diantar
orangtuanya pergi kesekolah atau dijemput pulang. Aku rindu merasakan pelukan
hangat dari bunda yang dulu sering aku terima.
“Oma… boleh Nabila minta satu permintaan? Sekali ini
aja.” Kataku sambil melepaskan
pelukanku pada oma dan menundukkan kepalaku
“Ada apa sayang? Cerita sama oma. InsyaAllah apapun
yang kamu minta, selama oma mampu akan oma kabulkan.” Katanya sambil mengangkat daguku menghadapnya dan
tersenyum hangat padaku
“Tapi oma janjikan bakalan ngabulin permintaan
Nabila?”
“Iya sayang.”
“Oma… Nabila kangen sama bunda. Boleh ngga Nabila
ketemu bunda. Sekali ini… aja. walaupun nantinya Nabila ngga bisa peluk bunda,
tapi Nabila pengen liat bunda. Nabila pengen liat keadaan bunda sekarang kaya
gimana.” Katakku sambil menunduk
dan menitikan air mata. Oma pun ikut menangis dan memelukku sangat erat.
“Maafin oma yah sayang. Bukan maksud oma misahin kamu
dari mamamu. Tapi oma takut sakitnya mamamu semakin parah. Oma juga takut kalau
nanti mamamu ngelakuin hal yang kasar.
Tapi kali ini oma ngga akan pernah ngelarang kamu lagi
untuk ketemu sama mamamu, nak. Nanti setelah kamu pulang sekolah oma janji akan
anter kamu ke rumah sakit yah sayang.” Kata
oma sambil mengecup kepalaku dan kembali memelukku.
***
Oma menepati
janjinya padaku. Hari ini untuk pertama kalinya aku akan bertemu dengan ibu
yang sudah lama takku jumpai. Bertemu dengan malaikat yang telah memberikan aku
kasih sayang tiada henti. Hanya butuh waktu untuk membuatnya kembali seperti
dulu. Yah, aku percaya itu. Tuhan tak mungkin tega membiarkan aku terus sendiri
menahan rindu. Dan setelah sekian lama akhirnya penantianku berakhir.
Dari sekolah aku
langsung menuju rumah sakit untuk melihat keadaan bunda. Hatiku berdetak
kencang. Rasanya seperti aku hendak mendengar pengumuman ujian. Aku tak
hentinya terus berdoa pada Tuhan. Oma yang mungkin melihat diriku yang sedikit
tegang langsung menggenggam tanganku dan tersenyum padaku. Aku membalas
senyumnya dan menyandarkan kepalaku kebahunya. Aku tidak tahu harus berkata
apa.
Kami tiba dirumah
sakit. Mobil telah terparkir rapi ditempat parkir. Oma turun terlebih dahulu
dari mobil, disusul aku. oma menggandeng tanganku. Kami menyurusi jalan rumah
sakit. Langkahku semakin berat. Antara bahagia dan cemas. Bahagia karena
sebentar lagi aku akan bertemu dengan orang yang sangat aku rindukan
kehadirannya dan cemas karena takut bunda belum mampu menerima kehadiranku.
Kata oma, bunda sangat frustasi kehilangan papa. Jadi ketika melihatku bunda
akan kembali sedih dan teringat papa. Itulah sebabnya oma tidak pernah
mengijinkan aku bertemu bunda.
Setelah melakukan
registrasi, kami diminta menunggu dirungan tunggu. Sedangkan suster memanggil
bunda. Tidak berapa lama seorang suster keluar sambil menuntun tangan bunda
yang ada dibelakangnya. Oma berdiri dari tempat duduknya menghampiri bunda.
Suster lalu ijin keluar dan meninggalkan kami bertiga. Aku masih duduk ditempatku,
menatap penuh haru kearah bunda. Setelah sekian lama hanya mampu melihat
wajahnya yang cantik dipigura, akhirnya aku bisa melihat wajah aslinya. Meski
kini bunda terlihat sedikit berbeda tetapi dia tetap bundaku.
Oma meminta bunda
untuk duduk dikursi yang berhadapan langsung denganku.
“Rin, kamu inget siapa gadis cantik disana?” Kata oma pada bunda.
Bunda menatap
kearahku sangat lama. Sepertinya dia berusaha mengingat sesuatu yang mungkin
sudah lama hilang. Tiba-tiba bunda berlari kearahku dan memelukku. Badannya
berguncang. Dia menangis. Aku tidak percaya dengan apa yang aku rasakan.
Setelah sekian lama, akhirnya aku kembali mendapatkan pelukkan penuh kasih itu.
Aku sungguh merasakannya. Rindu yang telah lama tak mampu berlabu, akhirnya
menemukan tambatannya. Setelah sekian lama rasa rindu itu ku simpan rapat lewat
doa pada Tuhan, akhirnya hari ini Dia mengabulkan doaku.
“Nabila….”
Kata pertama yang keluar dari bibir bunda. Dia memanggil namaku dan artinya
bunda masih mengingatku. Aku tak mampu membendung air mataku. Aku peluk bunda
erat-erat seakan tak mau kehilangannya lagi.
“Bunda…. Nabila kangen sama bunda. Bunda jangan
tinggalin Nabila lagi.” Kataku sambil
terus memeluk bunda dengan erat dan menangis.
Saat aku masih
larut dalam rasa haruku, tiba-tiba bunda berteriak dan mendorongku. Aku hampir
saja terjatuh dari kursi.
Kamu jahat mas…. Kamu jahat… kenapa kamu tinggalin
aku?
Kamu jahat….. kamu ngga sayang sama aku….
Bunda terus
berteriak histeris sambil menyebutkan kata-kata itu. Sesekali bunda berusaha memukulku
dengan tangannya. Tetapi oma terlebih dahulu meraih tanganku dan menarikku
menjauh dari bunda. Suster langsung datang dan membawa bunda pergi dari rungan.
Aku terjatuh dan duduk dilantai. Aku sedih melihat keadaan bundaku yang seperti
itu. Aku tidak mau selamanya berada jauh
darinya. Aku sangat ingin ada didekatnya. Merasakan pelukkannya setiap hari.
“Nabila…”
Kata oma yang tiba-tiba berjongkok dihadapanku. “Sayang… Tolong maafin mamamu yah. Dia Cuma butuh waktu sedikit lagi
buat sembuh. Kamu ngga boleh sedih, kalau Nabila sedih dan patah semangat nanti
siapa yang akan nolong mama? Siapa yang bakalan gantiin oma buat ngerawat mama?
Udah yah jangan nangis lagi.” Kata oma lagi sambil mengusap air mataku
“Tapi oma… kapan bunda bisa sembuh?”
“Suatu hari nanti mamamu pasti sembuh, sayang.”
***
Seminggu setelah
kejadian dirumah sakit, aku merasa bimbang. Haruskah aku kembali mengunjungi
bunda atau tidak. Meski oma beberapa hari lalu memintaku untuk menemaninya
kesana. Tetapi pikiranku masih terus memutar kejadian hari itu. Aku takut
kehadiranku membuat bunda tak kunjung sembuh.
Disekolah, aku
hanya mengasingkan diri dari teman-temanku. Merenungi semua hal yang sudah
terjadi. Hati ini meronta dan mengatakan bahwa Tuhan sangat tidak adil sebab
telah mengambil semua kebahagian itu dariku. Papa… Bunda…
Tett…… Tett…
Bunyi bel tanda
jam istirahat sudah berakhir. Aku bergegas berjalan menuju kelas. Sesampainya
dikelas aku langsung duduk dan mengeluarkan buku pelajaran. Hari ini mata
pelajaran agama islam. Kata teman-teman yang kakaknya sekolah disini atau
mempunyai kenalan disini, Pak Yayat guru agama kami tidak pernah telat masuk
dan jarang sekali ijin untuk tidak mengajar. Selain itu beliau juga selalu
keluar kelas tepat waktu. Benar saja, tak berapa lama setelah bel berbunyi
seorang bapak tua dengan peci hitam diatas kepalanya masuk kedalam kelas.
Sambil mengucapkan salam dan kemudian meletakkan bukunya dimeja. Bapak itu
kemudian berdiri didepan kelas dengan senyum khasnya. Kumisnya yang lebat
terangkat, bagai gerbang otomatis. Beliau menatap satu persatu pada semua
murid. Termasuk padaku. Dialah Pak Yayat.
Beliau mengucapkan
salam kembali dan memperkenalkan diri. Kemudian memberitahu kami aturan selama
dikelas. Banyak anak-anak yang berkata Uh karena menurut mereka syaratnya sangat
berat.
Pak Yayat
memberikan aturan bahwa setiap murid harus memberi laporan ibadah selama satu
hari dan mencatatnya disebut buku kecil yang sudah beliau siapkan. Selain itu,
setiap pagi beliaupun mewajibkan semuanya untuk ikut sholat dhuha dan itu akan
masuk kedalam nilai akhlak. Aku pun menjadi salah satu anak yang sedikit
keberatan dengan syarat beliau. Tetapi, meski banyak yang tidak setuju Pak Yayat
tetap membagikan bukunya dan meminta kami mencatat. Kemudian beliau berkata, Sebelum kita dihisab dipengadilannya Allah
di yaumul hisab nanti, bukankah lebih baik kita menghisab diri kita terlebih
dahulu? Sambil tersenyum beliau menutup kata-katanya dan meminta kami
membuka buku pelajaran.
***
Sudah lebih dari
enam bulan aku bersekolah di SMP Cahaya Madani. Selama enam bulan itu pula
banyak hal yang berubah sejak kehadiran Pak Yayat. Secara tidak langsung
beliaulah yang sudah menularkan kebaikan itu padaku. Tidak salah jika Pak Yayat
menjadi salah seorang guru senior yang selalu dipertahankan oleh sekolah.
Sebab, konon katanya Pak Yayat sudah sering ditawari mengajar ditempat lain
yang fasilitasnya lebih bagus bahkan gajinya lebih besar. Tetapi Pak Yayat
tidak mau berkhianat pada anak muridnya. Baginya mereka adalah cahaya. Cerita
itu aku dapatkan ketika suatu siang saat sholat dzuhur di Masjid sekolah aku
bertemu beliau. Kami banyak berbagi cerita termasuk cerita tersebut. Sejak hari
itu aku mulai dekat dengan beliau. Setiap pulang sekolah selalu ku sempatkan
waktu untuk sholat dzuhur disekolah agar aku bisa bertemu Pak Yayat. Karena
dalam setiap pertemuan kami, beliau selalu memberiku satu pengalaman baru dari
penggalan ceritanya.
Hari ini oma
menjemputku disekolah, karena kami berencana untuk menjenguk bunda di rumah
sakit. Aku sudah tidak takut lagi. Demi bunda. karena Pak Yayat pernah berpesan
padaku bahwa surga itu ada dalam telapak kaki ibu. Seburuk apapun keadaannya
aku harus berbakti. Aku tidak mau meninggalkan satu detik pun waktuku tanpa
bunda. Jadi hampir setiap hari aku datang ke rumah sakit, baik sendirian
ataupun bersama oma.
Di rumah sakit aku
selalu bercerita pada bunda. Mengulang setiap cerita yang aku dengar dari Pak
Yayat dan bunda sangat antusias. Sekarang bunda tidak pernah lagi mengamuk
seperti awal-awal aku menjenguknya. Aku bersyukur pada Tuhan sebab masih mau
memberi aku kesempatan bersama bunda. Selain bercerita aku pun sering mengulang
hafalanku didepan bunda. Sekarang aku memang sedang belajar untuk menghafalkan
Al-Qur’an. Kata Pak Yayat, Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat bagi siapa
yang membacanya dan bagi seorang anak yang menghafalnya bisa memberikan syafaat
bagi orang-orang yang dicintai. Pak Yayat seperti genetor penggerak hidupku
yang baru. Darinya aku banyak belajar tentang kehidupan dan islam.
***
Aku dan oma tiba
dirumah sakit pukul tiga sore.
“Oma, sebentar lagikan adzan ashar. Kita ke mushola
dulu aja yah.” Kata ku
“Iya boleh, sayang.”
Kata oma. Kami kemudian berjalan menuju mushola rumah sakit. Sesampainya disana
adzan baru dikumandangkan oleh muadzin. Aku dan oma bergegas menuju tempat
wudhu wanita. Kami ikut sholat berjamaah. Setelah selesai sholat kami langsung
menuju tempat registrasi dan menunggu bunda ditempat biasa.
“Nabila.”
Kata bunda dengan senyum hangat penuh cinta, bunda langsung menghampiriku dan
memelukku. Bunda juga mencium keningku. Sementara oma diminta suster untuk
menemui dokter di ruangannya.
“Hari ini Pak Yayat cerita apa sama Nabila?” Kata bunda lagi
“Pak Yayat Cuma kasih aku satu pesan bun. Ohya, Pak
Yayat juga titip salam buat bunda.”
Kataku sambil tersenyum
“Ohya, Wa’alaikumsalam.”
“Kata Pak Yayat aku harus jadi anak sholihah buat
bunda sama oma.” Kataku kemudian
terdiam “Bunda… Nabila sayang sama bunda.
Nabila mau terus bareng sama bunda.” Kataku lagi sambil menyeka ujung
mataku yang sedikit mengelurkan bulir air mata
“Nabila, maafin bunda yah sayang. Selama ini bunda
ngga bisa ada dideket kamu. waktu kamu butuh bunda. Waktu kamu sedih. Waktu
kamu seneng. Maafin bunda sayang.”
Bunda memelukku sambil menangis. Oma kemudian datang bersama dokter. Oma
langsung menghampiri kami dan memeluk kami.
“Bu Rina. Besok ibu sudah boleh pulang.” Kata dokter “Nabila,
kamu anak yang hebat. Kehadiran kamu disini udah ngebantu bunda kamu buat
sembuh. Tugas kamu selanjutnya adalah terus jagain bunda dirumah. Kamu harus
gantiin posisi dokter yah buat jagain bunda.” Kata dokter padaku
“Alhamdulillah. Iya dokter. Tapi benerkan bunda bisa
pulang?”
“Iya, bener.”
Kata dokter sambil tersenyum ramah
Dua jam kemudian, Aku
dan oma pulang kerumah. Hatiku sangat bahagia mendengar kabar tersebut. Rasanya
tidak sabar untuk menunggu hari esok.
***
Hari ini adalah
jadwal kepulangan bunda dari rumah sakit. Sebenarnya oma memintaku untuk ijin
tidak masuk sekolah tetapi aku ingin bertemu Pak Yayat dan memberitahu beliau
berita baik ini. Meski dengan sedikit memaksa, akhirnya oma mengijinkan aku
untuk datang dulu kesekolah dan oma akan mengurus semua keperluan kepulangan
bunda. Kata oma, nanti supir yang akan menjemputku dari sekolah.
Sepulang sekolah
aku langsung menuju rumah sakit, pak supir sudah menungguku sejak tadi. Aku
sudah tidak sabar bertemu bunda. Ketika perjalan menuju rumah sakit aku singgah
sebentar untuk membelikan bunda bunga mawar putih kesukannya dan setelah itu
melanjutkan perjalanan kerumah sakit. Setibanya disana bunda, oma, dokter dan
beberapa orang suster sudah menunggu di ruang tunggu. Aku langsung menghampiri
mereka dan kemudian memberikan bunga mawar yang sudah aku beli tadi untuk
bunda. Bunda memeluk dan mencium kedua pipiku. Aku sangat bahagia.
“Nabila, selamat yah. Sekarang bundamu sudah bisa pulang.” Kata dokter padaku
“Iya dokter. Makasih udah jagain bunda selama ini. Aku
janji akan jagain bunda juga kaya dokter selama ini.” Kataku pada dokter dan dia membalasnya dengan senyum.
Kami kemudian berpamitan untuk pulang.
Setibanya dirumah,
kami dikejutkan dengan pesta penyambutan bunda yang dibuat oleh anggota
keluarga yang lain. Bahkan om dan tanteku sengaja datang dari luar kota. Selain
itu, nenek dan kakekku dari keluarga papa juga datang. Aku sangat senang mereka
bisa datang, begitupun bunda.
Komentar
Posting Komentar