Kagum
Aku berjalan mantap menuju gerbang
kampus. Hari ini adalah awal baru setelah sekian lama aku mengistirahatkan diri
dari kewajiban tugasku sebagai seorang mahasiswi. Liburan sekian bulan
sebenarnya membuatku terlalu betah untuk tetap tinggal dirumah. Tetapi sebuah
kawajiban memanggilku untuk kembali menginjakan kaki disini. Harus ku
tanggalkan setiap rasa malas itu, dan kugantinya dengan semangat baru untuk
memulai kembali. Ah… rasanya sudah tidak sabar bertemu dengan teman-teman yang
kutinggalkan sekian waktu.
Baru saja aku hendak menaiki tangga,
tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku langsung refleks menoleh kearah belakang.
Ternyata Lia. Teman satu jurusanku. Salah satu yang dekat denganku.
“Halo…
apa kabar nih jeng?” Kata Lia padaku
“Baik.
Kamu?” Katakku padanya
“Baik
juga. Yuk bareng ke kelasnya. Gue dari tadi nungguin lu.”
“Hmm…
Maaf deh. Abis kamu ngga bilang. Yuk”
Kami langsung naik ke lantai tiga
gedung menuju kelas. Ketika kami sampai didepan kelas suasana sangat ramai. Aku
dan Lia masuk dan mengambil tempat duduk ditengah. Datang temanku yang lain
untuk bergabung bersama kami. Kami bercerita masalah liburan, tugas, dosen, semester,
dan semuanya. Pintu kelas yang sengaja ditutup tiba-tiba berbunyi tanda bahwa
pintu dibuka. Kami semua diam, karena biasanya yang datang adalah dosen. Tapi
ternyata bukan. Yang datang adalah Ratna salah satu teman kami. Aku tidak
terlalu dekat dengannya. Tapi dia adalah gadis populer. Semua orang tau siapa
Ratna. Gadis yang cantik, baik, pintar dan modis. Semua gaya pakaian terbaru
selalu dicobanya, hingga kami menjulukinya si
nona trand center.
Ketika Ratna masuk semua orang
terdiam menatap ke arahnya. Kali ini bukan karena Ratna memakai pakaian branded buatan luar negeri, tetapi
karena kali ini pakaian yang dia pakai tak seperti biasanya. Baju gamis warna
hitam dan kerudung panjang warna putih bermotif kotak yang menutupi seluruh
bagian tubuh atasnya. Dia terlihat sangat anggun dengan pakaian yang
digunakannya. Ratna hanya tersenyum mendapat perhatian berlebihan dari kami.
Dia kemudian duduk dikursi paling depan.
Dari tempat duduk, aku memperhatikan
Ratna. Sedang yang lain sibuk menerka-nerka hal apa yang membuat Ratna berubah.
Ada yang beranggapan bahwa dia hanya mengikuti model saja, karena memang saat
ini banyak wanita yang beralih menggunakan jilbab karena sedang modelnya. Tapi
ada juga yang berucap syukur dan berharap perubahan ini tidak hanya sementara,
termasuk aku.
Lima belas menit kemudian seorang
dosen masuk dan kami pun diam. Seperti awal kuliah biasanya, setiap dosen hanya
menjelaskan tata cara penilaian dan aturan-aturan dikelas selama belajar
dengannya. Tak butuh waktu lama, kami pun dipersilahkan untuk keluar kelas
tanda bahwa kelas sudah selesai.
Aku, Lia, dan beberapa orang teman langsung
berjalan meninggalkan kelas dan hendak menuju ke kantin untuk makan sambil
menunggu jam masuk kuliah selanjutnya. Setibanya dikantin kami langsung memesan
beberapa makanan serta minuman. Sambil menunggu, kami mengobrol kesana kemari.
Aku masih penasaran dengan Ratna. Saat yang lain membicarakan perubahannya, aku
hanya diam. Untuk apa berargument, kalau ternyata argument itu salah. Kataku
dalam hati. Tidak berapa lama kemudian makanan kami datang. Tiba-tiba mataku
tertuju pada sosok wanita yang sedang duduk menyendiri dipojok kantin dekat
tembok. Itu Ratna. Kataku dalam hati. Aku bertanya-tanya mengapa dia hanya
makan sendiri, biasanya dia selalu dikelilingi banyak lelaki. Entah lelaki itu
sedang SKSD padanya, cari perhatian,
atau sebagainya. Maklum, Ratna seperti bunga kampus.
Lima belas menit setelah kami selesai
makan, adzan dzuhur terdengar nyaring.
Aku segera bergegas membereskan tas untuk pergi sholat.
“Sholat
dulu yah. Kalian mau sholat bareng?”
kataku pada teman-temanku
“Duluan
aja deh, nanti aja kita sholatnya. Lagiankan baru adzan.” Kata salah seorang diantara mereka
“Tapikan
enakan sholat diawal waktu lagi. Jadi kalau mau ngapa-ngapain ngga was-was
karena belum sholat.” Kataku lagi
sambil menenteng tas ranselku. Tapi teman-temanku tak menanggapi, mereka asyik
menonton video konser Agnes Mo terbaru di youtube. Kemudian aku meninggalkan
mereka.
Sesampainya diserambi masjid, aku
langsung menenteng sepatuku untuk ku simpan ditempat sandal. Aku menuju tempat
wudhu wanita. Disana aku bertemu dengan Ratna, dia sedang mengantri untuk
mengambil air wudhu. Aku tersenyum padanya, dan dia membalas senyumanku.
Setelah selesai mengambil wudhu, aku menuju tempat sholat. Iqomat sudah
dikumandangkan. Aku mengambil posisi shaf disebelah kiri. Paling ujung. Aku
ikut sholat berjamaah.
Assalamu’alaikum
warohmatullah…
Assalamu’alaikum
warohmatullah…
Sholat jamaah kami telah selesai.
Imam sholat membaca dzikir dan doa-doa. Semua jamaah telah bergegas
meninggalkan masjid, kembali menuju ke aktifitasnya masing-masing. Aku
merapikan mukenaku dan memasukkannya kedalam tas. Tapi, ditempat yang tidak
jauh dari tempatku duduk, Ratna khusyu membaca Al-Qur’an ditangannya. Aku
semakin penasaran dan otakku berpikir yang kebalikan dari orang-orang, bahwa
perubahannya tak mungkin hanya sementara. Aku sangat penasaran dan ingin tahu
perihal perubahannya. Tapi aku bingung harus memulainya dari mana. Aku terus
memperhatikannya dan merasa sangat kagum padanya. Ratna tiba-tiba menoleh
kearahku.
“Ada
yang mau kamu omongin?” kata Ratna yang
mungkin merasa terganggu karena aku sejak tadi memandanginya
“Ehm…
hhe ngga kok.” Kataku sambil mendekat
kearahnya
“Aku
aneh yah pakai pakaian kaya gini?”
tanyanya padaku pelan. Ada kegelisahan dan kesedihan pada mata itu, tidak
seperti Ratna yang penuh percaya diri seperti biasa.
“Oh,
ngga kok. Kamu malah keliatan cantik dan anggun banget.” Aku tersenyum manis padanya.
“Makasih.
Kamu juga cantik pakai pakaian ini.” Dengan menunjuk hijab yang kupakai.
Ohya,
kamu kan dari awal masuk kuliah udah pakai pakaian yang panjang dan jilbab
lebar. Kok kamu mau sih?” kata Ratna
membuat aku kaget
“Oh.
Hmm… dari dulu Abi sama Umi selalu ngajarin aku buat nutup aurat. Dan Abi ku
juga pesan sama aku sebelum wafatnya untuk ngejaga hijab ini.” kataku menjelaskan
“Oh
gitu.” kata Ratna sambil
tersenyum dan mengangguk
“Kamu
sendiri kenapa pakai hijab? Hmm.. ma…maaf. Bukan maksud aku buat…”
“Iya
ngga apa-apa kok. Aku seneng karena kamu tanya.”
Aku hanya tersenyum mendengar
perkataan Ratna. Rasa yang bercampur malu dan bahagia sebab dia mau membagi
kisahnya denganku.
“Bi…
setiap orang dalam hidupnya pasti punya fase pasang surut. Ada saatnya orang
ngerasa bahagia dengan apa yang dia punya saat ini tapi ngga sedikit diluar
sana yang ngerasa jenuh dengan hidupnya. Waktu kita punya banyak hal yang bikin
orang lain bilang itu keren. Pasti bahagia. Beruntung dan lain sebagainya. Tapi
sejatinya yang tahu keadaan kita kaya gimana ya hanya diri kita sendiri dan
Tuhan. Kamu dan yang lain selalu ngira aku bahagia dengan yang aku punya.
Awalnya emang aku seneng dipuji banyak orang. Dikejar-kejar banyak lelaki. Tapi
lama kelamaan aku jenuh, Bi.” Kata Ratna. Aku terhenyak mendengarkan
penuturannya itu. Ternyata Ratna tidak selamanya nyaman dengan kehidupannya
yang menurut aku dan teman-teman sangat menyenangkan. Sebab dia hampir punya
segalanya yang tidak kami miliki.
“Buat
apa kita hidup diliputi banyak kemewahan tapi ternyata ada satu sisi dalam
hidup kita yang bikin kita ngga nyaman. Kalian ngga pernah tahu gimana kehidupan
keluarga aku. Papa sama Mama ku yang selalu berantem setiap hari. Adikku selalu
pulang malem dalam keadaan mabuk. Dia ngga kuat liat keadaan orangtua kami dirumah.
Dan kakakku pakai narkoba sampai harus direhab dan ngerasain kesakitan waktu
dia harus ngejalanin rehabnya.
Orang
lain ngga pernah tahu kehidupan aku yang sebenernya gimana. Aku seneng jadi
pusat perhatian karena aku ngga bisa dapetin itu dari orangtua aku. sampai
akhirnya aku jenuh sama semuanya. Aku capek jalanin hidup kaya gini. Bahkan
sempat berfikir untuk bunuh diri., Bi.”
Kata Ratna lagi.
“Tapi
ternyata Allah sayang sama aku, Bi. Saat aku loncat dari atas jembatan sungai
belakang perumahan aku. Aku takut banget, Bi. Takut karena sebenernya aku belum
mau mati. Tapi aku capek sama keadaan. Aku ngga bener-bener loncat ke dalem
sungai. Aku masih pegangan diatas jembatan. Aku pasrah sama Allah. Kalau emang
ini jalan yang Dia pilihin untukku, aku ngga bisa berbuat apa-apa lagi. Tapi keajaiban
itu datang. Tiba-tiba ada laki-laki yang nolongin aku. Dia nyadarin aku kalau yang aku lakuin itu salah.
Dari
dia aku dapat banyak masukkan. Dapet banyak pelajaran. Dan karena dia juga aku dapet hidayah yang
selama ini aku cari dan aku butuhin.
Hijab
ini tanda kalau aku mau mulai hidup aku dari awal lagi. Ngelupain semua masa
lalu aku.
Hijab
ini bukti kalau aku serius mau berubah.
Hijab
ini tanda kalau aku cinta sama Allah yang udah ngasih aku kesempatan kedua
setelah banyaknya dosa yang aku buat.
Kamu
beruntung, Bi karena dari kecil orangtua kamu udah ngasih tahu kamu tentang
Islam. Tapi, aku juga ngerasa beruntung, karena aku bisa belajar tentang Islam
sebelum aku mati.
Do’ain
aku yah, Bi. Supaya aku istiqomah dengan hijab ini. Supaya aku bisa terus
memperbaiki diri. Supaya Allah ridho sama aku. Supaya aku bisa ajak keluarga
aku kedalam islam yang kaffah. Dan supaya aku bisa jadi anak yang sholehah buat
Mama dan Papa aku. Semoga Allah ridho ngasih syurganya buat kami.” Lanjutnya.
Sambil menitikan air mata Ratna
mengakhiri cerita dibalik perubahannya. Dia kemudian memelukku sambil menangis.
Aku yang mendengarkan ceritanya pun ikut terharu dan malah bertanya pada diriku
sendiri, sudahkah aku sebaik itu ?
Ratna hanya salah satu dari sekian
banyak teman-temanku yang mampu menikmati indahnya hidayah. Selalu banyak kisah
mengharu biru dibalik hijrahnya mereka. Mulai dari alasan yang masuk akal,
hingga yang tidak. Dari yang klasik sampai yang tak terduga. Kisah mereka
kusimpan rapi dalam tiap memoriku. Aku percaya setiap manusia punya jalan
hidupnya masing-masing dan begitupun jalan hijrahnya.
Dari mereka aku selalu belajar betapa
Allah begitu sayang pada hamba-Nya. Aku tahu, Dia tak akan pernah
menyia-nyiakan sedikit pun harapan hamba-Nya. Tak mungkin mengacuhkannya bahkan
sampai meninggalkannya. Selama masih ada iman, walaupun sedikit. Aku percaya
Allah selalu bersemayam pada tiap-tiap jiwa hamba-Nya. Hanya tinggal menunggu
giliran, siapakah yang akan diijinkan-Nya menikmati indahnya keimanan itu.
Aku selalu kagum pada mereka. Apapun
alasan hijrahnya. Ketika mereka sudah berani memutuskan untuk berhijrah maka
mereka pemenang sesungguhnya. Merekalah orang-orang beruntung yang masih Allah
beri kesempatan kedua. Yah benar kata Ratna, Allah akan selalu memberikan
kesempatan kedua, bagi mereka yang percaya dan tidak pernah ragu akan kekuasaan-Nya.
Saat Ratna mulai putus asa dan
memilih mengakhiri hidupnya. Tapi nyatanya dia tidak berani, hingga akhirnya
dia memasrahkan diri pada Sang Kuasa. Maka Allah tolong dia lewat pemuda yang
tidak aku tahu siapa dia. Mungkin inilah salah satu malaikat-Nya. Seperti yang
Abi ku pernah katakan. Bahwa ada malaikat yang berwujud manusia. Mungkin itulah
dia.
Aku selalu kagum pada mereka. Pada
kekuatan tekadnya. Dan aku selalu kagum pada rencana Tuhan-ku dibalik kisah
hidup sahabat-sahabatku itu.
-------------------------------------
Tulisan ini bentuk dedikasiku pada
setiap muslimah yang senantiasa selalu mempertahankan hijabnya ditengah arus
jaman yang makin menentang mereka. Ini sebagai rasa hormatku pada mereka yang
mau melepaskan kejahilayannya demi menuju cinta Rabb-nya.
Semoga semua muslimah dimanapun
berada, selalu mampu mempertahankan hak dan kewajiban pada Rabb-nya. Semoga
mereka senantiasa selalu diistiqomahkan dalam mempertahankan fitrahnya.
Especially for International Hijab
Solidarity Day 2016
Komentar
Posting Komentar