DIBALIK HIJAB
Setiap manusia tak pernah tahu kemana
jalan hidupnya akan bermuara. Ke samudra mana kapal kehidupannya akan
berlayar, dan di pulau mana akan bersandar. Semua berjalan begitu saja. Mengikuti
arus air. Mengikuti laju angin. Meski banyak yang telah direncenakan, meski
begitu banyak tujuan, akhirnya semua hanya bermuara pada satu, yaitu Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Allah, dengan segala kuasa-Nya akan selalu menggiringmu
jauh atau bahkan dekat dengan apa yang kau inginkan, dan semua tentang takdir-Nya
hanyalah akan menjadi rahasia-Nya. Setidaknya itulah yang aku rasakan. Dua
puluh tahun mengembara di dunia, aku tak pernah tahu jalan hidup seperti apa
sebenarnya yang ingin ku tuju. Pujian manusiakah? Uang? Popularitas? Atau apa?
Semua hanya berkaitan dengan kesombongan. Tidak ada yang benar-benar aku
mengerti. Terkadang ketika hati ini kering, muncul begitu banyak kemaksiatan,
dan saat hujan iman itu membasahinya, aku kembali tersedar akan satu tujuan
yang tidak pernah seutuhnya aku mengerti, yaitu syurga.
Syurga..
Semua orang membicarakannya. Semua orang
ingin masuk dan tinggal abadi didalamnya. Tapi, apakah hakikat semua itu.
Mereka hanya berkata syurga itu indah. Apapun yang kau inginkan semuanya ada di
syurga. Tapi, apa sebenarnya hakikat hidup ini? Apakah hanya mengejar syurga?
***
Semuanya berawal ketika aku masuk di
bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Kisah yang akan selalu aku ceritakan pada
siapapun, tak henti, tak pernah lelah, dan tak akan bosan. Saat dia muncul.
Masuk kedalam ruang yang cukup menampung empat puluhan siswa itu. Dengan senyum
termanis, energik, dan anggun. Pikiranku saat itu belum jelas, aku hanya ingat
perasaan itu muncul ketika aku mulai dekat dengannya saat di ekstrakulikuler
forum silaturahmi siswa SMA Mandiri Balaraja (FORISMA). Sedikit demi sedikit
aku mengerti. Hingga akhirnya aku ingin, seperti dia.
Dia adalah sosok wanita inspiratif selain
ibuku. Ibu kedua di sekolah yang menjadi tempat curahan hatiku. Dialah guruku, Umi.
Nama lengkapnya Siti Humaedah. Kenapa beliau menjadi salah satu bagian penting dalam
hidupku? Karena darinya mimpi itu muncul. Mimpi untuk menjadi seperti beliau.
Sungguh aku bersyukur saat ini, permintaan
ayah agar aku ikut komunitas islam membawaku pada posisi saat ini. Dipertemukan
dengan beliau merupakan salah satu rahmat Allah yang tak ternilai.
Kerudungnya yang panjang, jilbabnya yang
menutup sempurna, kerahamahannya, keenergikannya, semua yang ada pada diri
beliau, sungguh membuatku ingin seperti beliau. Menggunakan pakaian seperti
yang beliau pakai. Saat itu aku masih takut. Masih belum siap. Ditambah stok
pakaian yang jauh dari kata sedikit. Karena aku hanya memiliki satu baju
panjang. Rata-rata pakaianku adalah pakaian yang menyerupai laki-laki. Bahkan
rata-rata stok pakaian ku memang aku beli sesuai mode pakaian anak lelaki.
Pakaian serba kaos yang longgar, jeans, dan pakaian-pakaian yang menurutku
membuat aku “keren” walaupun sebagai seorang wanita, saat itu. Ketika beliau
hadir dalam hidupku, aku hanya mampu mengagumi beliau. Menyimpan rapat setiap
mimpi itu. Sebab aku sadar keadaanku.
Bukan hanya hijabnya yang membuatku kagum
dan ingin berubah. Namun ada hal yang lebih membuat aku tercengang kala itu dan
baru aku sadari saat ini. Ketika beliau mengundangku untuk datang dalam sebuah
acara di Rohis sekolah lain, dan beliau menjadi pembicaranya. Materi saat itu
menceritakan titik balik mengapa beliau seperti ini. Melakukan hal-hal baik
hanya karna satu mimpi, "saya hanya ingin bertemu dengan Allah dan mengucapkan
terimakasih pada-Nya". Sebuah kalimat yang tak pernah terpikir oleh remaja tujuh
belas tahun sepertiku kala itu. Cukup satu kalimat itu yang membuat pikiranku
buntu dan bertanya-tanya, bagaimana mungkin ada orang yang berpikir begitu.
Sedangkan aku hanya berpikir bagaimana cara mendapatkan dunia dan syurga. Tak
pernah berpikir tentang yang telah menciptakanku atau berterima kasih pada-Nya.
***
Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku
mampu menginjakan kakiku di bangku kuliah. Begitu bahagia rasanya ketika
pertama kali aku masuk dalam ruang kelas pertamaku. Dipenuhi orang dari
berbagai penjuru daerah negeri ini, macam ras, suku bangsa dan bahasa. Tapi
semua kisah itu bukan dimulai dari hari pertama. Semua potongan puzzle
kehidupan ini hadir ketika aku mengikuti kajian keputerian yang diadakan setiap
hari jum’at di Musholla Arab Saudi. Saat itu, semuanya sedang berbagi cerita
dibalik hijabnya. Rata-rata mereka semua menggunakan rok, baju panjang yang
longgar dan kerudung yang menjuntai panjang. Aku saat itu sudah beralih
sedikit-demi-sedikit dari jeans ke celana bahan dan tidak lagi menggunakan
pakaian seperti lelaki lagi. Aku
mengubah tampilku layaknya wanita, walaupun sedikit tidak nyaman karena belum
terbiasa.
Ada satu kisah menarik dari salah satu
diantara mereka, salah satu kisah inspiratif yang membawaku pada titik
kehidupan saat ini. Namanya Epril. Dia bercerita awal mula kerudung panjangnya
adalah dari sebuah kenekadan. Nekad, niat, action, menjadi awal mula dia
berpenampilan seperti sekarang. Dia yang awalnya tak pernah menggunakan
kerudung, bahkan tak pernah berpikir akan menggunakannya. Dengan sebuah tekad,
dia mampu melewatinya. Awal yang akan sama dengan semua orang. Takut di anggap
negative karena perubahannya, pasti semua orang mengalaminya , ketika
ber-“metamorfosa”, akupun merasakan itu.
Kata kunci dari sebuah awal itu, nekad.
Maka sejak hari itu aku berniat untuk nekad pada hidupku. Berubah menjadi
seperti mimpiku. Kisahku sama dengannya. Untuk memulai aku tidak tahu harus
dari mana. Persedian baju panjang sangat sedikit, bahkan aku tidak punya rok
sama sekali. Maka ketika aku pulang kerumah, aku beli sebuah rok, dan sampai
beberapa bulan kedepan hanya rok itu lah yang aku miliki. Aku sampaikan niatku
untuk menggunakan rok pada mama, dan beliau setuju. Bahkan beliau berkata,
seorang wanita lebih terlihat cantik dengan roknya.
Cuci kering pakai, itulah judul kehidupan
saat itu. Hanya dengan sebuah rok, dan beberapa celana bahan. Cukup untuk
memulai perubahan itu. Aku tertarik untuk menggunakannya setiap hari, tapi
lagi-lagi stoknya kurang. Tapi, inilah hidup penuh rahasia. Waktu terus
berganti hari demi hari. Allah kembali menunjukan jalan-Nya
padaku. Saat menuju ke Masjid aku bertemu dengan sahabatku Elok. Saat itu aku
heran dengan jilbabnya yang double. Awalnya aku pikir itu aneh, dan akhirnya
muncul sebuah pertanyaan bagaimana cara mereka menggunakannya. Kemudian aku
mulai memperhatikannya dan tertarik. Karena sungguh terlindung dan tidak tipis.
Tapi, belum sejauh itu aku melangkah. Karena sebuah perubahan yang tidak mudah
dan terkendala pada beberapa hal memaksaku hanya diam dalam kagumku. Tak banyak
Tanya atau bicara. Hanya tertarik dalam hati. Namun sungguh besar karunia-Nya. Ketika
kita percaya maka Allah akan memudahkan jalan bagi hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Karena seiring berjalannya waktu mimpi itu mulai terwujud. Aku tidak ingat
kapan tepatnya semua itu terjadi, tapi kini aku berubah. Tidak ada lagi celana
yang menampilkan lekukan tubuh yang tak seharusnya ku tampilkan dengan nyaman
dan bangga di depan orang lain. Aku berubah, sama seperti yang lain. Bukan
karena paksaan, tapi karena sebuah keinginan, kepahaman dan kasih sayang Allah.
Aku merasa sangat bersyukur karena Allah memberikan aku kesempatan.
***
Ketika seseorang mengalami metamorfosa,
harapan barulah yang menjadi temannya. Sebuah harapan akan hidup lebih baik
lagi. Tapi ternyata sebuah perubahan tak akan serta merta memudahkan jalan
hidup ini. Seperti yang Allah firmankan, bahwa Dia hanya memberi ujian sesuai
kadar kemampuan hamba-Nya. Semakin berusaha meluruskan sebuah jalan hidup, maka
semakin berat ujian datang, dan ujian terberat bagi setiap muslimah yang telah
berhijrah adalah hijab dan nafsunya. Ketika telah berhijrah niat harus terus di
perbaharui, sebab godaan akan selalu datang dari mana pun. Hijab harus terus
dipertahankan, nafsu harus terus dikekang. Muslimah harus berjuang lebih kuat
dan sabar. Bukan semata-mata ingin dipuji. Tapi semua karena Allah. Karena
ingin cinta dari Allah, ingin pertemuan dengan-Nya.
Jalan hijrah itu tidak mudah. Berat, penuh
cobaan, namun menyejukkan jiwaku. Banyak hikmah yang aku dapat ketika jalan ini
telah aku pilih. Tak sedikit yang mungkin merasa bangga dan tak sedikit pula
mungkin yang mencerca dan bertanya ketika aku berhijrah. Menapaki jalan ketaatan
ini bukan hanya memerlukan sebuah niat, tetapi juga membutuhkan sebuah kekuatan
dan kepercayaan. Kekuatan untuk terus berusaha mengalahkan hawa nafsu. Aku
tidak berkata tentang kekuatan iman, sebab imanku masih sangat tipis. Aku hanya
mengandalkan kekuatan ketakutan pada diriku. Takut akan hal buruk yang bisa
kapan saja Allah timpakan padaku ketika aku melakukan sebuah kesalahan lagi.
Bukan berarti setiap muslimah yang berkerudung panjang dan berhijab imannya
telah baik. Semua butuh proses dan aku sedang menapaki jalan itu.
Menapaki jalan ketaatan juga memerlukan
sebuah keyakinan bahwa tak selamanya hidup ini akan sulit. Karena sesudah
kesulitan pasti ada kemudahan. Percaya bahwa berjalan dijalan Allah akan
membawa pada kebahagiaan abadi. InsyaAllah.
Ketika mengalami perubahan besar dalam
hidupku karena sebuah hijab. Banyak dari teman-teman yang kagum atau bahkan
kaget (aku tidak tahu persis maksud ekspresinya). Bahkan tak sedikit dari yang
bertanya, emang enggak gerah pake double? Gimana cara doublenya?. aku tak
banyak bicara tentang komentar mereka. Hanya berkata, enggak kok enak. Lebih
nyaman. Makanya cobain dan rasain dulu. Hehe. Itulah sedikit kata-kata yang
selalu keluar dari bibirku. Karena bagiku, memaksa mereka untuk sama adalah
pelanggaran HAM dan hanya akan menimbulkan efek negative pada pemikiran mereka
tentang para muslimah yang berhijab. Bagiku setiap yang manusia lakukan adalah
jalan yang mereka pilih dan menjadi prinsip. Aku tidak akan pernah memaksa
sahabat-sahabatku sama sepertiku, karena semua pasti butuh proses. Aku hanya
bisa menunjukan sedikit perhatian pada mereka, bukan memaksa. Sebagai aktivis
da’wah aku tak mau mereka melihatku sebagai seseorang yang “fanatik islam”
karena membedakan mereka sebab hijabnya. Karena aku yang dulu dan sekarang
tetap akan sama, hanya ada perubahan dari segi penampilan dan pemahaman. Bukan
berarti aku paling pintar. Bukan berarti aku paling benar. Karena aku tahu
sejauh mana kepahamanku. Dibandingkan dengan sahabat-sahabatku yang lain. Aku
hanya sedang dalam sebuah perjalanan kembali pada Allah setelah sekian lama
tersesat dan dalam perjalanan ini aku ingin sahabat-sahabatku yang lain ikut. Meski
aku paham ini menyangkut pilihan, bukankah berharap yang terbaik dan berdo’a
adalah obat mujarab bagi setiap muslim. InsyaAllah mereka akan menyusul suatu
hari nanti. Semoga Allah berkenan membukakan jalannya untuk mereka yang aku
sayangi, sahabatku dan mama. Aamiin.
Pernah suatu hari sahabatku dari Nasrani
bertanya, apa aku tidak kepanasan dengan pakaian yang aku gunakan. Kerudung
panjang, tebal. Baju panjang tebal, dan ditambah rok. Menurutnya pakaian yang
aku gunakan terlalu banyak dan berlapis-lapis. Aku mengerti apa yang ada dalam
pikirannya dan aku hanya menjawab singkat. Enggak kok hhe (sambal tersenyum).
Aku cukup dekat dengannya sebagai seorang
teman. Kami sering berbagi cerita dan bertanya masalah agama masing-masing. Bahkan
banyak hal yang selalu dia tanyakan. Dari mulai hijabku, sampai hijab
teman-teman lain yang berbeda. Terkadang hatiku merasa tak tenang ketika harus
membicarakan kerudung yang digunakan teman-temanku. Aku tahu mereka semua paham
masalah hijab tetapi itu pilihan mereka dan aku tak mungkin menjatuhkan harga
diri seseorang didepan orang lain hanya karena pilihannya.
Ketika disuatu hari saat aku hendak
menunaikan sholat dhuha. Saat itu aku sedang bersama dia. Aku harus pergi ke
Masjid dan dalam pikiranku mana mungkin dia mau ikut, seperti teman nasraniku
yang lain. Dia mengikutiku setelah bertanya bolehkan masuk ya. Walaupun aku
terkejut, tapi aku ijinkan dia ikut, dan ketika itu aku hanya berharap Allah
bukan jalan-Nya (mungkinkah aku salah berdo’a agar dia mendapat hidayah? Semoga
tidak). Aku memang tidak tahu apa alasan Allah menjadikannya bukan bagian dari
golonganku, tapi bukankah do’a adalah penolong bagi setiap muslim dan aku hanya
ingin Allah bukan sedikit cahaya cinta-Nya untuk sahabat-sahabatku yang belum
mengenal islam, suatu hari nanti. Aamiin.
***
Menjadi agen da’wah bukan hanya menda’wahi
diri sendiri agar terus menjadi baik dan lebih baik. Tapi menjadi agen da’wah
harus selalu punya kontribusi dimanapun berada.
Aku merasa bangga dan bersyukur ketika
Allah telah memilihkan jalan ini untukku. Meski berat, meski tak mudah, tapi
aku percaya dan merindukan perjumpaan dengan-Nya dan para sahabat-sahabatku
semua, siapapun dia dan dimanapun untuk bertemu di Jannah-Nya, Aamiin. Karena
dari sudut ruang kecil di Masjid Bitul Ghofur-lah aku mendapatkan jejak-jejak
ini.
Sebuah kebahagian ketika malam itu aku
menginjakkan kaki di aula masjid megah itu. Disana sudah menunggu para
calon-calon pemimpin bangsa ini. Mereka asyik dengan dunia anak-anaknya. Yah,
inilah bagian da’wah yang harus selalu kami pahami. Bahwa da’wah bukan hanya
untuk diri kami sendiri, bukan hanya untuk keluarga atahu sahabat. Tetapi juga
untuk mereka yang hidup di sekeliling kami. TPA Nurul Ilmi, itulah lembaga
da’wah kami. Tempat kami berbagi sedikit ilmu yang kami miliki pada. Memang
tidak mudah mengemban amanah ini. Terutama melihat tingkah laku mereka yang
jauh dari harapan. Hanya ingin bermain dan bermain (hem.. masa kanak-kanak).
Sulit untuk di ajak berdiskusi serius masalah pelajaran jika sudah terpancing
mainan. Aku yang awalnya semangat dan senang sekali, melihat tingkah mereka
yang seperti itu membuatku mundur. Harapan itupun pupus dari hatiku. Untuk
beberapa waktu aku tega meninggalkan mereka. Aku abaikan kepercayaan Allah
padaku. Aku sibuk dengan dunia. Sampai tiba disebuah titik kemarahan mereka yang membuat aku merasa telah gagal
karena meninggalkan amanah itu. Saat mereka protes agar TPA di tutup. Aku
merasa bersalah, meski ada sahabatku yang meyakinkan bahwa mereka hanya
bercanda. Tapi bagiku itu serius. Maka sejak kejadian itu aku berusaha
meyakinkan hatiku untuk tetap kuat dalam amanah ini.
Aku kembali berusaha memahami mereka.
Bahkan aku bandingkan mereka dengan sepupu-sepupuku dirumah sungguh jauh
berbeda. Mereka jauh lebih agresif dan kritis disbanding sepupu-sepupuku yang
tidak banayk bicara dan hanya menuruti apa yang diperintahkan. Adik-adikku di
TPA selalu ingin tahu tentang kakak-kakaknya, sehingga membuat kami menyayangi
mereka. Bahkan diantara kami ada yang sungguh-sungguh mencintai mereka.
Menganggap mereka sebagai pelipurlaranya
dari kesibukkan dunia mahasiswa di Kampus. Aku kagum pada mereka yang sudah
tulus mencintai anak-anak TPA itu, sedangkan aku masih dalam proses pengenalan.
Aku masih terlalu jauh. Aku baru menginjak dan semua yang aku lakukan ‘proses’.
Adik-adikku itu memang nakal. Mungkin
karena lingkungan mereka yang sangat mengambil alih dunia kanak-kanak mereka
dengan kekejaman Ibu Kota. Tapi aku dan sahabat-sahabatku tak akan pernah
menyerah. Jalan da’wah memang tidak mudah. Tapi jalan da’wah adalah bukti cinta
Allah. Amanah besar yang Allah titipkan pada setiap hamba-Nya yang terpilih. Hanya
perlu kesabaran, keyakinan, dan kepercayaan. Allah selalu tahu jalan terbaik
bagi hamba-Nya. Aku harus terus berjuang sesulit apapun. Karena jalan da’wah
akan selalu dibutuhkan manusia. Sekering apapun hatinya, manusia akan selalu
datang mencarinya. Manusia akan kembali mencari Allah, sebab segelap apapun
jalan yang mereka tempuh, selalu ada harapan bagi manusia untuk menemukan
sebuah cahaya di ujung jalannya.
Semoga menginspirasi :)
Komentar
Posting Komentar